Home » , » The Shining Face

The Shining Face

freezing in winter (doc. pribadi)
Saya mengenalnya sejak 8 tahun yang lalu. Pertemuan pertama yang tak akan pernah terlupakan. Ada yang istimewa dari sosok beliau. Bukan hanya karena murah senyum, tapi ada sesuatu pada dirinya yang mampu menghipnotis saya. Sesuatu yang tak saya temui pada orang lain yang saya pernah temui sepanjang hidup saya. Matanya hidup dan tajam. Kali bertatapan, mata saya silau oleh suatu pancaran. Hampir tak mampu saya menatap langsung pada matanya. Ah mungkin dosa saya banyak sehingga merasa begitu kerdil bersitatap dengan orang sholih. Dan sejak itu saya penasaran mengapa beliau, begitu istimewa? Mengapa saya kali pertama melihatnya begitu silau? Kala itu saya aktif di berbagai organisasi, dan tentu saya sering berinteraksi dengan beragam manusia dengan berbagai background dan pangkat. Namun tak ada yang lebih istimewa dari beliau.
Kesempatan itu datang kurang lebih satu tahun kemudian. Kala itu saya butuh rumah kos baru yang lebih dekat dengan tempat kerja karena saya harus mengajar dari jam 6.00 pagi dan pulang jam 16.00 sore. Jarak kos dan tempat kerja sebelumnya, kurang lebih satu jam bolak balik motor. Dan bagi saya itu tidak efisien, saya bisa menghemat satu jam untuk istirahat seandainya memilih kos yang lebih dekat dengan tempat kerja. Kos beliau lah yang saya pilih karena paling dekat dan tentu paling murah. Saya memilih kamar tepat di sebelah kamar beliau karena itu kamar yang paling bersih dan rapih. Saya pikir kedekatan ini sekaligus akan menjawab rasa penasaran saya tentangnya.  
Seiring waktu berjalan, akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa beliau memang sangat istimewa. Beliau adalah sosok yang sangat mandiri. Keterbatasan fisik tak membatasi kemandiriannya. Kadang saya iba melihat beliau jemur pakaian sendiri yang berarti harus berlama-lama berdiri, naik turun tangga, atau aktivitas lainnya. Namun beliau selalu menolak jika ditawarkan bantuan. Isyarat tubuhnya mengatakan “aku mampu mengerjakannya sendiri.” Tak sekalipun saya dengar keluhan dari beliau.
Dan akhirnya saya sadar bahwa sayalah yang harus dikasihani karena seringkali mengeluh akan masalah-masalah kecil yang sepatutnya dapat diselesaikan jikalau saya mau sedikit lebih sabar dan berusaha. Seringkali saya patah semangat karena hal-hal sepele, sebut saja kegagalan atau hasil yang diluar ekspektasi saya. Dengan kesempurnaan fisik yang Allah berikan untuk saya, seharusnya saya bisa lebih produktif dalam segala hal. Namun yah begitulah manusia, seringkali tak pandai bersyukur atas nikmat yang Allah berikan.
Dari cerita beliau yang berhasil saya korek, beliau sudah mandiri sejak usia sekolah menengah pertama. Ketika masih duduk di sekolah dasar, beliau tinggal dengan neneknya. Neneknya sangat sayang, sangat dimanjakan dan apapun yang diinginkan diberikan. Ketika masuk sekolah menengah pertama, ibundanya memutuskan agar beliau tinggal dengan ayah dan ibunya. Sang ibunda mendidik dengan cara yang sangat kontras dengan sang Nenek. Tak lagi dimanjakan. Justru beliau diharuskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah sampai urusan pribadinya sendiri. Meski fisik terbatas namun sang Ibu mengajarkan untuk tak bergantung pada orang lain. Dan begitulah ketika usia sekolah menengah atas, kuliah, sampai saat ini bekerja, beliau hidup mandiri, baik urusan pribadi, pekerjaan, maupun finansial. Hanya sekali-sekali ibu dan ayah beliau berkunjung ke kos kami.
Pendidikan karakter yang patut ditiru oleh para orang tua. Di awalnya beliau merasa ibundanya tidak sayang, beda dengan sang nenek. Ketika dewasa beliau menyadari bahwa sang Ibu amat sangat sayang dan tahu apa yang harus dilakukan untuk kelangsungan hidup anaknya di masa depan. Saya yakin tiap orang tua pasti sayang sama anaknya. Namun tak sedikit orang tua yang hanya memikirkan kebahagiaan anak jangka pendek. Anak dimanjakan, anak kesulitan sedikit ortu langsung turun tangan, segala keperluan disiapkan ortu atau pembantu, yang akhirnya anak-anak hidup dalam bayang-bayang orang lain, menjadi manja, emosional, dan menuntut serba, menuntut serba dilayani kelak ketika dewasa.
Seorang sahabat berkisah bahwa sudah setahun yang lalu kakaknya bercerai dengan istrinya. Sebenarnya sudah sering sahabat saya ini bercerita bahwa ada ketidakcocokan antara keluarga sahabat saya dengan kakak iparnya. Masalahnya hanya satu, tuntutan materi yang berlebihan dari si istri kepada suaminya. Semua harus serba dipenuhi, sang suami adalah miliknya sehingga jika suaminya ketahuan kasih uang ke keluarganya akan menjadi konflik. Sahabat saya bilang “Kasihan kakak saya, sampai habis-habisan untuk memenuhi kebutuhan (materi) istrinya, sampai akhirnya mereka bercerai.”
Teriris hati saya, sayang disayangkan karena si istrinya rajin ikut kajian agama. Rupanya pendidikan karakter yang membentuk kepribadian negatif dari keluarganya lebih kuat daripada pendidikan agama yang dia ikuti. Kakak ipar sahabat saya ini rupanya terbiasa dimanjakan oleh keluarganya. Ortunya berkecukupan sehingga segala keperluan biasa dipenuhi. Sayangnya sang ortu gagal mendidiknya sehingga ia tumbuh menjadi manja dan penuntut. Sebuah teori mengatakan bahwa 75% pendidikan karakter dibentuk oleh keluarga, terutama ibu, ini mungkin benar faktanya.
Kembali kepada mbak yang saya kagumi itu, tak hanya kemandiriannya yang membuat saya kagum. Produktivitas ibadahnya lebih membuat saya kagum. Karena kamar kami persis bersebelahan, saya tahu betul aktivitas keseharian beliau dari bangun tidur sampai tidur lagi. Dan sungguh itu membuat saya, lagi-lagi harus malu sama Allah. Beliau selalu bangun jam 03.00 pagi, kecuali sedang haid biasanya beliau bangun jam 05.00 pagi. Selesai qiyamullail beliau akan tilawah sampai menjelang Subuh. Dilanjutkan tilawah lagi setelah Subuh berjamaah. Sambil mendengarkan ceramah aa Gym di MQ FM jam 5-6 pagi. Jam 5.30 pagi beliau sudah berpakaian rapi, artinya sudah selesai mandi dan dandan untuk berangkat ke kantor. Lanjut tilawah lagi sampai masuk waktu shalat Dhuha. Dan berangkat ke kantor setelah selesai shalat Dhuha.
Beliau bekerja sebagai bendahara di sebuah sekolah favorit swasta di Yogyakarta. Meski masuk kerja jam 07.30 namun beliau selalu sudah stand by di sekolah sejak jam 07.00 dan pulang bada ashar menjelang jam 16.00. Biasanya begitu sampai kos istirahat sebentar, mandi, dan tilawah lagi sambil menunggu adzan Maghrib. Selesai Maghrib berjamaah beliau akan tilawah lagi atau makan jika hari itu adalah jadwal puasa Daud atau Ayyamul Bidh-nya. Beliau sudah berpuasa Daud sejak SMA tak pernah putus sampai sekarang. Beliau cukup gemuk tapi massa tubuhnya ringan, itu terasa kalau saya boncengin beliau di motor. Jauh beda massa tubuhnya nya dengan ukuran tubuh sama tapi tak rajin puasa. Jika bada Maghrib diisi jadwal makan, beliau akan mengganti jadwal tilawahnya bada Isya. Jam 21.00 atau jam 22.00 jika ada pekerjaan lembur beliau tidur dan akan bangun lagi pada jam 03.00 pagi. Jika tak ada pekerjaan lembur beliau biasanya akan tilawah sampai menjelang tidur.
Begitu ritmenya setiap hari. Saking konsistennya dengan jadwal yang sama, sampai saya hapal loh. Bisa ditebak kan artinya beliau selalu menjaga qiyamullail, Dhuha, sunnah Rawatib, puasa Daud, Ayyamul Bidh, dan yang pasti beliau sangat mencintai Al-Qur’an. Pernah saya tanya, berapa juz yang dibaca dalam sehari? Minimal satu juz katanya. Pas nya berapa mbak? Saya terus maksa. Minimal satu juz katanya sambil tertawa. Saya menebak barangkali 3 atau 5 juz sehari dan itu konsisten meskipun sedang haid. Masya Allah yaaaa. Gimana beliau bisa istiqomah begitu dari sejak SMA sampai di usia sekarang. Beliau juga rajin mengikuti kajian pekanan dan rajin pula mengisi kajian keislaman untuk anak-anak. Tahun lalu alhamdulillah beliau melaksanakan mimpinya untuk ibadah haji bersama kedua orang tuanya, dari hasil menabung selama bertahun lamanya. Masya Allah.
Saya tak pernah sesimpati ini kepada orang lain. Namun demikian saya gak lebay dengan pamer kekaguman saya. Cukup dengan saya belajar dan meniru kebiasaan baik yang beliau lakukan. Meski saya masih terseok-seok dan masih turun naik kadarnya. Adapun saya menulis ini agar lebih banyak orang terinspirasi. Bahwa keterbatasan seringkali dibentuk oleh persepsi kita. Ada orang yang secara fisik terbatas namun tak membatasi produktivitasnya untuk hidup mandiri dan dekat dengan Allah. Namun tak sedikit yang memiliki kesempurnaan fisik, terlena oleh kesempurnaannya sehingga hidupnya tidak produktif dan jauh dari Allah.
Ingin jujur saya katakan, wanita seperti beliau lah adalah surga dunia akhirat. Jikalau beliau laki-laki barangkali saya sudah minta kakak saya untuk meminangkannya untuk saya hihihi... sayangnya beliau perempuan. Ah ya tapi saya ngukur diri juga ding. Apalah saya ini yang hanya remahan debu dibanding beliau yang keren banget. Beliau cantik, sholihah, baik, ah apalagi ya untuk menggambarkannya pokoknya baik deh. Enam tahun saya seatap dengan beliau dan itulah penilaian obyektif saya. Barangkali sedikit cacat fisik yang menjadi kekurangan beliau. Namun bagi saya itulah nilai plus untuk kemandiriannya. Sungguh seorang lelaki tak akan beruntung jika hanya menilai seorang wanita dari penampilan fisiknya. Saya percaya bahwa Allah sangat mencintai mbak saya yang satu ini dan dengan demikian Allah masih menyimpan jodoh terbaik untuk beliau untuk dipertemukan di waktu yang tepat.
Finally, teka teki saya terjawab kan mengapa wajah beliau membuat saya silau dan begitu bercahaya. Sinar itu terpancar dari kedalaman jiwanya yang bersih, yang dekat dengan Allah, dan yang selalu menjaga malam-malamnya dengan beribadah. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang istiqomah dan memasukan kita ke dalam golongan orang-orang yang sholih. Aamiin. 

#mengenang seseorang yang telah menginspirasi to stay close with Allah

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

 
Support : facebook | twitter | a-DHA White Series
Copyright © 2013. Moving Forward - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger