Home » » Kedamaian

Kedamaian


Jika kita ingin menciptakan diri atau dunia yang damai, tenang, bahagia, penuh kasih sayang dan menyenangkan, maka yang perlu dilakukan adalah berkomitmen menciptakannya, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua orang di sekitar kita. Saya belajar melalui situasi yang pasang surut, dan saya menemukan bahwa terdapat peluang (learnt) dan tujuan dari setiap hal yang Allah berikan pengalamannya dalam hidup saya. Sebagai contoh, ada orang-orang dan situasi yang hadir dalam hidup saya untuk mengajari saya tentang sabar, memaafkan, dan yang terpenting adalah tentang pengendalian diri. Meski terkadang trauma dan rasa sakit yang ditimbulkannya muncul jika ada situasi yang mentrigger-nya. Kabar baiknya, hal tersebut menjadi semacam early warning jika ada sesuatu yang salah sehingga saya bisa aware, berhenti sejenak, kembali mengevaluasi diri, taking time alone dan bertanya pada diri sendiri “apa lagi yang harus saya perbaiki?”

Dari pengalaman tersebut saya menemukan bahwa setiap orang yang Allah libatkan dalam hidup saya hadir untuk mengajarkan saya sesuatu. Kesimpulan dari perspektif saya, apa pun karakter orangnya, semuanya hadir untuk mengajarkan kebaikan, untuk saya tumbuh menjadi lebih baik. Apa pun yang mengganggu saya sedang mengajari saya kesabaran. Apa pun yang meninggalkan saya sedang mengajari saya bagaimana berdiri di atas kedua kaki saya sendiri. Apa pun yang membuat saya marah sedang mengajari saya pemaafan dan kasih sayang. Apa pun yang tidak dapat saya kendalikan sedang mengajari saya cara melepaskan. Apa pun yang memiliki kekuatan atas saya sedang mengajari saya cara mengambil kembali kekuatan saya. So, semua perjalanan hidup adalah pembelajaran. Setiap tantangan hadir untuk menantang saya untuk tumbuh menjadi versi terbaik dari diri saya.

Kedua, daripada menyalahkan orang atau situasi, mulailah dengan melihat ke dalam diri sendiri, apa yang bisa saya perbaiki untuk menyelesaikan masalah ini? Jauh dari keluarga misalnya, kadang membuat saya feeling unloved, karena jarang berkomunikasi. Terlebih di saat saya “merasa” terpuruk butuh banget untuk sekedar disapa duluan, ditanya kabar. Padahal sebenarnya perasaan tersebut hanyalah ilusi dari pikiran saya yang sedang “sakit”. Faktanya, support terbesar saya untuk survive di setiap ups and downs adalah keluarga. Yang menyemangati di kala lagi fase the worst juga keluarga. Yang selalu support apa pun pilihan hidup saya ya keluarga. They are home. Sejauh apapun saya pergi, mereka adalah rumah pertama saya untuk kembali. Lalu saat perasaan unloved itu hadir, apa yang saya lakukan? I creating love, unconditional love. Cinta yang saya berikan tanpa ingin imbalan apapun. Cinta yang membahagiakan: saya memberi makan kucing yang kelaparan di jalanan, bersedekah untuk orang yang sakit, bersedekah untuk penjual keliling yang sudah sepuh, memberikan tips untuk driver yang membelikan saya makan, melayani dengan baik siapa pun yang berkonsultasi atau berdiskusi dengan saya. Itu adalah contoh-contoh kecil how to create love within myself, creating unconditional love within me with love others. So, love is everywhere, and I am love itself.

Itu sama seperti konsep kebahagiaan. Ada orang yang mencari kebahagiaan dalam hal material, itu sah saja karena setiap orang punya tujuan, standar, dan kebutuhan hidup yang berbeda. Namun, saya tidak melekatkan kebahagiaan pada hal material like things or people. Kebahagiaan itu diciptakan di dalam diri saya sendiri. Let’s imagine how I can love other rightly and unconditionally jika saya tidak bahagia? Bagaimana saya bisa sukses dalam pekerjaan, karir atau study jika saya tidak bahagia? Saya percaya bahwa, perasaan bahagia lah yang membuat saya bisa enjoy loving others, enjoy dalam pekerjaan, karir, dan studi. Apakah terus tidak pernah sedih, marah, atau kecewa? Tidak juga, semua perasaan itu adalah manusiawi, namun jika saya fokus pada perasaan yang positif, maka perasaan yang lainnya akan hadir sewajarnya dengan kontrol yang sangat baik.

Ada situasi di masa lalu yang membuat fisik dan psikis saya terganggu. Di fase itu kakak saya terus mendorong untuk mengambil kembali kekuatan saya, to be strong. Saya mulai belajar law of attraction (LoA). Di saat orang lain belajar LoA untuk menarik kekayaan, saya belajar LoA untuk spiritual journey, to clear my thought and my soul from the trash. Saya membaca banyak buku pengembangan diri, menonton banyak video pengembangan diri. Ini proses pertumbuhan diri yang sangat panjang, ups and downs. Saya membuat afirmasi diri positif setiap saat. Saya belajar dan bertumbuh. Saya telah membuktikan bahwa kata-kata adalah do’a itu benar adanya. Saya selalu meluangkan taking me-time untuk memperkuat bonding dengan diri sendiri karena semakin kuat bonding dengan diri sendiri akan semakin mudah menyadari jika ada hal yang salah terjadi, baik inside maupun outside. Jika saya merasakan ada yang salah, I am taking responsibility to fix it, I don’t blaming other or situation for my mistake.

“Perhatikan pikiranmu, mereka menjadi kata-katamu; perhatikan kata-katamu, mereka menjadi tindakanmu; perhatikan tindakanmu, mereka menjadi kebiasannmu; perhatikan kebiasaanmu, mereka menjadi karakter; perhatikan karaktermu, mereka menjadi takdirmu (Lao Tzu).” Saya mengenal pesan dari Lao Tzu tersebut sebagai takdir muallaq, takdir yang dapat diubah dengan do'a dan ikhtiar. 

“Orang yang mampu mengendalikan pikirannya, akan mampu mengendalikan emosinya. Orang yang mampu mengendalikan emosinya, akan mampu mengendalikan energinya. Orang yang mampu mengendalikan energinya akan mampu mengendalikan tubuhnya (tindakannya).” (Anonim)




0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

 
Support : facebook | twitter | a-DHA White Series
Copyright © 2013. Moving Forward - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger