Lund, 2014 (doc. pribadi) |
Pernah
dengar istilah “konsumen adalah raja?” Dalam teori pemasaran dijelaskan bahwa tujuan
pengadaan barang dan jasa utamanya adalah untuk menciptakan kepuasan konsumen. consumers satisfaction. Produsen atau seller yang mampu memenangkan hati
konsumen, dialah yang akan memenangkan persaingan bisnis.
Ada
pengalaman menarik tentang service and
satisfaction. Saat preparation pengambilan
data tesis saya dipusingkan dengan pembuatan web survey untuk penyebaran
kuesioner. Dosen pembimbing saya meminta website yang fully protected untuk menghindari kemungkinan hacker iseng dan
menghindari pengisian ganda oleh responden katanya. Di sisi lain saya juga
membutuhkan banyak fitur dalam draft kuesioner maupun analyze-nya, tapi biaya juga jadi pertimbangan tentunya. Intinya
saya ingin dapat tampilan web survey yang oke, proteksinya bagus, fiturnya
lengkap, dan harganya murah. Alternatifnya saya kudu pakai jasa web survey
berbayar. Dari hasil pencarian jasa-jasa offline dan online akhirnya saya
memilih obsurvey.com karena paling memenuhi kriteria yang saya inginkan, saya
pilih sistem monthly karena biayanya
lebih murah mengingat estimasi waktu survey saya hanya 2 - 3 bulan.
Sebelum
order saya konsultasi dulu kepada customer service obsurvey, memastikan bahwa
mereka menyediakan fitur-fitur yang saya inginkan. Disini saya sangat terkesan atas
service dan quick respon menjawab
pertanyaan saya dengan rinci. Pun saat saya ada keluhan hasil analyze yang
tidak saya pahami mereka memberikan penjelasan dengan respon cepat. Masalah
muncul saat mau melakukan pembayaran. Kartu debit online saya tidak dapat
dipakai untuk transaksi online ke luar negeri. Pinjem kartu kredit teman juga
tak berhasil. Sampai akhirnya saya pakai jasa transaksi Indo Shopaholic. Saya
juga terkesan dengan service Indo Shopaholic yang quick respon. Jam 5 sore saya
order jasa transaksi dan malamnya transaksi saya ke Obsurvey berhasil.
Alhamdulillah.
Saya
belajar banyak dari kejadian ini. Sebagai consumer
saya puas dengan pelayanan yang mereka berikan dan saya rekomendasikan dua
jasa mereka ketika ada teman saya yang membutuhkan. Ini tentu membawa benefit
untuk perusahaan, promosi tidak langsung dari consumer. Dalam manajemen pemasaran dikenal adanya purchase decision making process yaitu
persepsi kebutuhan, pencarian informasi, pemilihan alternatif, pembelian, dan
perilaku setelah pembelian. Perilaku setelah pembelian ini yang akan menentukan
apakah consumer akan loyal kepada
brand tertentu atau beralih brand. Consumer
loyal pada umumnya akan mempromosikan brand kepada orang orang lain dan
mempengaruhi orang lain untuk membeli brand yang dia beli. Sebaliknya jika dia
tidak puas atas brand tersebut, kemungkinan dia akan melarang orang lain agar
tidak membeli atau memakai jasa brand tersebut. Perilaku loyalitas atau anti
loyalitas konsumen ini tentunya sangat dipengaruhi oleh keempat tahapan
sebelumnya.
Berbisnis
bukan semata-mata mengelola uang, namun esensinya adalah seni berinteraksi
dengan manusia dan seni menyentuh hati manusia. Saya sering menemui bahwa
pedagang-pedagang yang ramah dan quick
respon selalu memiliki banyak pelanggan. Saya pernah berkunjung ke Sabila
Farm, sebuah usaha sektor agro yang sukses. Yang menarik dari bisnisnya tentu
saja bukan hanya inovasi teknologi budidaya yang dipakai tetapi strategi
pemasarannya juga. Beliau lebih memilih menjual langsung produknya kepada end
user daripada titip jual di supermarket meskipun banyak permintaan dari retail
modern. Alasannya simple, beliau senang berinteraksi langsung dengan pelanggan,
melayani pesanan langsung, mendengar langsung komentar tentang kepuasan atau
ketidakpuasan akan produk ataupun pelayannya. Ada kepuasan tersendiri bagi
beliau ketika berintekasi dengan berbagai tipe manusia yang hal itu tak dapat
diperoleh seandainya konsumen membeli produknya di ritel atau di pedagang
perantara lain.
Saat
berkunjung ke Sabila Farm sekitar jam 1 siang, yang menyambut adalah ibu Eli,
pemilik Sabila Farm. Sepanjang hari beliau menyambut tamu-tamu yang hadir dari
berbagai kota dengan ramah dan penuh semangat. Tak tampak kelelahan sedikitpun
di wajahnya. Dengan semangat beliau menjelaskan inovasi budidaya yang
dikembangkannya sendiri sambil membawa kami berjalan-jalan mengelilingi area
kebun buah naga yang cukup luas. Setelah rombongan saya juga masih ada rombongan
pengunjung lain dan beliaupun tetap melayani dengan penuh semangat dan mengajak
pengunjung baru untuk berkeliling juga. Sampai sore saya disana dan sungguh
pancaran semangatnya tak berubah sedikitpun padahal sedari pagi saya tahu beliau
melayani tamu-tamu yang tak berhenti berkunjung.
Sungguh
indah seandainya seni melayani dalam konteks bisnis untuk mencapai kepuasan
konsumen ini kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Suri tauladan kita,
Rasulullah SAW sudah mengajarkan hal tersebut. Kisah bagaimana Rasulullah
setiap hari memberi makan seorang Yahudi buta yang selalu menjelek-jelekannya
adalah sebuah contoh sederhana melayani, sampai akhirnya orang tersebut
tersentuh hatinya untuk masuk Islam. Tentang seni melayani saya pun belajar
banyak dari mentor pertama saya, beliau
tak sering banyak berkata-kata, kalau menyampaikan materi kajian juga biasa-biasa
saja. Namun beliau sangat perhatian, kalau tak hadir di forum tak segan untuk
mendatangi satu per satu rumah kami dengan mengayuh sepeda tuanya yang saya
tahu jarak rumahnya ke kos saya jauuuh. Itu sangat membekas dan membuat saya
tak enak hati kalau tak hadir di forum.
Melayani
dalam konteks kehidupan sehari-hari artinya menolong tanpa pamrih, sama
sebenarnya dengan konteks pada dunia bisnis yang tujuannya adalah profit. Hanya
saja jika dalam konteks bisnis hasilnya langsung terlihat dalam perhitungan
laba rugi dan ada money fisik nya.
Sedang dalam konteks hidup, hasilnya berupa investasi tak berwujud namun kelak
akan menjadi pemberat timbangan amal kita sebagai bekal di hari perhitungan.
Barangkali karena gak keliatan itu makanya tak banyak manusia yang berinvestasi
dengan cara melayani manusia lain. Melayani dari hal-hal kecil, misalnya bantu
ngangkatin jemuran teman menjelang hujan, bantu teman yang kesulitan
mengerjakan tugas kuliahnya, berbagi makanan dengan tetangga, gak pelit
diutangin kalau sedang ada rejeki, berinfak, menolong si mbah belanja ke
warung, dan hal-hal kecil lainnya. Jika kita telah sukses melayani dalam
hal-hal kecil, insya Allah kita akan sukses pula melayani manusia dalam lingkup
yang lebih besar. Bukankah kebiasaan akan menjadi karakter.
Jadi
kalau ada nih pemimpin or pejabat yang suka korupsi, menuntut dilayani, berarti
yang bermasalah adalah karakter personalnya. Terkadang kita menyalahkan sistem.
Menurut saya bukan sistem pangkal masalah kekacauan di dunia ini. Sebagus apapun
konsep sistemnya, jika orang-orangnya tidak punya seni melayani tetap akan
buruk hasilnya. Semua permasalahan di dunia ini, pada akhirnya bermuara pada pribadi
manusia karena tak pandai memanaje diri sendiri. Betapa banyak permasalahan
umat ini, sebelum jauh-jauh menyelesaikan problem yang lebih kompleks, mari
kita mulai dengan memperbaiki diri kita sendiri. Selanjutnya menjadi
tanggungjawab orang tua, pendidik, dan institusi pendidikan untuk melahirkan generasi berkarakter melayani.
0 komentar:
Post a Comment