Tantangan bagi seorang
akademisi salah satunya adalah menulis. Penelitian itu menyenangkan, anehnya
menuliskan hasilnya tidak menyenangkan. Frustating,
complicated, un-fun, pantas banyak yang tumbang tatkala nulis skripsi,
tesis, disertasi, jurnal. Menulis memang berat, apalagi artikel ilmiah, but jangan khawatir kita bisa menjadi
mahir dengan berlatih. Pepatah mengatakan bisa karena biasa. Kita tak perlu
sebuah bakat untuk menulis, hanya perlu belajar dan berlatih.
Silvia, dalam bukunya
menyebutkan ada empat alasan penyebab rendahnya produktivitas menulis. Pertama, aku tak ada waktu untuk menulis,
aku bisa menulis jika aku punya banyak waktu. Stop jangan katakan itu. Kita hanya perlu solusi untuk memanaje
waktu , dengan membuat jadwal khusus “writing schedule”. Dalam buku ini
Silvia mencontohkan dirinya punya me time
untuk menulis dari Senin sampai Jumat setiap jam 08.00-10.00. Cobalah untuk
komitmen dan jangan ada yang menginterupsi jadwal tersebut baik untuk sekedar
mandi, makan, cek email, buka hp, ketemu teman, atau lainnya.
Kedua,
aku perlu analisa dulu atau aku perlu baca dulu baru bisa nulis. Di satu sisi iya sih menulis butuh
referensi, namun kata Silvia, katakan tidak untuk alasan tersebut. Waktu menulis ya menulis jangan
dilakukan untuk membaca. Jika kita membutuhkan waktu untuk membaca referensi,
gunakan waktu diluar jadwal menulis atau boleh saja sesekali menulis sambil
membaca referensi namun jangan terlalu sering. Saya termasuk yang biasa prepare nyiapin referensi dan baca dulu
sebelum menulis, meski terkadang saat nulis tetap butuh membaca ulang.
Ketiga,
untuk menulis aku butuh komputer, meja, dan tempat yang nyaman. Ah itu mah kadang alasan kita aja
karena enggan. Gunakan fasilitas yang
ada untuk menulis, mungkin cukup pensil dan buku atau komputer/laptop.
Keempat,
aku menulis jika ingin sedang menulis atau aku menulis jika sedang dapat
inspirasi. Ini saya
banget memang. Namun pada akhirnya jika ingin produktif kita kudu komitmen
dengan writing schedule tadi. Paksa
diri untuk menulis di waktu tersebut. Ada
atau tidak adanya inspirasi usahakan untuk tetap menulis, sejatinya selalu
ada bahan untuk ditulis. Kesimpulannya, untuk produktif menulis lupakan semua
alasan itu dan patuhi jadwal menulis kita.
Selanjutnya bagaimana
menulis yang efektif itu?
Tentukan
target! Buat daftar
target menulis yang harus diselesaikan dijadwal menulis. Hal ini akan
memudahkan kita untuk memonitoring apa yang harus ditulis. Buat sespesifik
mungkin, misalnya hari ini jadwal menulis latar belakang masalah paling sedikit
300 kata; atau print draft yang pertama saya buat kemarin, baca, dan revisi;
atau membuat outline untuk manuskrip baru.
Tentukan
prioritas! Diantara
daftar target kita, pilihlah mana yang menjadi prioritas utama untuk ditulis
terlebih dahulu. Jika ada draft yang harus direvisi dan resubmit, biasanya
revisi paper ada batas waktunya, jadikan ia sebagai prioritas utama. Atau jika
ingin submit ke beberapa seminar atau paper juga lihat prioritas waktunya,
namun jangan lupa jika ingin submit ke beberapa publisher dalam deadline
berdekatan perhatikan juga kemampuan diri.
Monitoring
progress! Buat tabel
apa saja yang sudah dicapai dari writing
schedule kita. Jadwal menulis hari ini mencapai target atau tidak, buat
ceklist-nya. Dengan monitoring ini kita akan tahu sejauhmana produktivitas kita
dan sejauhmana kita dapat memenuhi target yang dibuat sendiri. Jika belum
tercapai, coba analisis apa masalahnya dan cobalah untuk menemukan solusinya.
Jika rasanya berjuang
sendiri itu susah, buat grup untuk saling mengingatkan. Kumpulkan beberapa
teman, sampaikan kapan saja jadwal menulis kita, buat targetan-targetan dan
prioritas lalu monitor bersama bisa sambil ngopi bareng atau makan bareng. Tapi
jika waktunya mepet, setiap pertemuan tak perlu berlama-lama cukup datang dan
laporkan progress menulis kita atau buat grup online yang waktunya lebih
fleksibel. Jika ada yang bandel, lama tak mencapai target, kick saja dari grup
karena penyakit tersebut bisa menular. Nah ini juga alasannya mengapa member
Indonesia Membaca yang tiga bulan tak setor artikel akan dikeluarkan dari grup.
Selanjutnya Silvia
juga menyampaikan beberapa tips untuk meningkatkan kemampuan menulis :
Analisa
masalah. Masalah
utama bagi penulis yang buruk adalah ingin tampil sok pintar sehingga memilih
kosa kata yang tampaknya sangat akademis dan rumit, padahal bisa jadi kosa kata
tersebut ambigu. Solusinya, ubah mental kita dulu bahwa tujuan menulis adalah
agar mudah dipahami oleh pembaca. Cek lagi apakah yang kita tulis sudah kita pahami
atau belum. Jika kita sendiri tak paham, bagaimana dengan orang lain? Masalah
kedua adalah si penulis tak tahu bagaimana cara menulis. Solusinya, bacalah
buku-buku tentang menulis, baca juga karya-karya ilmiah orang lain. Pelajari
bagaimana style menulis mereka, bagaimana mereka memilih kosa kata. Gak perlu
meniru style menulis mereka karena pada akhirnya jika terbiasa menulis kitapun
akan punya style sendiri.
Pilih
kata-kata yang bagus. Sekali
lagi hindari kosa kata yang nampaknya akademik banget tapi sebenarnya ambigu.
Lalu hindari akronim yang sulit diingat. Pilih kalimat yang oke banget yang
sekali baca orang bisa paham. Ini nih sebabnya mengapa dalam proses drafting
artikel ilmiah atau buku kita butuh editor, reviewer, dan proofreader. Mereka
harus dibayar sih memang, dan butuh kocek lumayan. Jika ada teman yang suka nulis
manfaatkan aja mereka untuk bantu mengedit, mereview atau mem-proofread draft
kita.
Tulis
dulu, revisi kemudian. Jangan
menulis sambil revisi, bakalan lamaa. Lebih efektif selesaikan dulu semua baru
alokasikan waktu khusus untuk merevisi di akhir drafting.
Dalam buku ini, Silvia
mengkhususkan membahas tips untuk
menulis artikel jurnal dan buku. Ketika menulis jurnal, diantara yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana membuat outline sebelum mulai menulis, menentukan
judul dan menulis abstrak, pembukaan, metode, hasil, diskusi, diskusi umum (general discussion), dan referensi. Penting
untuk memilih referensi, umumnya 80% harus jurnal terbitan terbaru (minimal 10
tahun terakhir).
Ada juga berbagai tips untuk submit paper, memahami
reviewers, re-submit paper, dan apa yang harus dilakukan jika paper kita
ditolak. Yang tak kalah susah sebenarnya adalah menulis review artikel. Kalau
bahasa anak IM, resume lah. Yup, tidak banyak orang bisa meresume atau
menuliskan kembali apa yang sudah dia baca. Di sini Silvia sedikit memberi tips
untuk menulis resume salah satunya mulai dengan menulis berbagai teori yang
diajukan dari suatu paper.
Untuk menulis buku,
ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, pertama pilih co-author (rekan satu tim yang akan menjadi penulis), lalu buat
outline dari buku yang akan ditulis, dan mulailah menulis secara kasar, bahkan dapat
dimulai dari hal yang tidak penting. Berikutnya adalah tips tentang bagaimana
memilih penerbit dan membuat kesepakatan dengan hal-hal detail lainnya.
Pada bagian akhir buku
ini, Silvia kembali memotivasi kita untuk menikmati jadwal menulis, less wanting more doing, dan
mengingatkan kita kalau menulis itu bukan lintasan pacuan kuda. Jangan hanya
publish paper hanya untuk menambah daftar paper. Jangan hanya menghitung berapa
paper yang sudah diterbitkan tapi perhatikan juga motif dan tujuan hidup yang
lain. Menulis cukup fokus saja di jadwal menulis, kecuali benar-benar ada deadline. Nikmati akhir pekan kita,
nikmati liburan kita. Jadi, intinya nikmati hidup kita dan seimbanglah dalam
menjalaninya.
Artikel ini merupakan
resume dari buku karya Dr. Silvia How to
Write a Lot: A Practical Guide to Productive Academic Writing.
[original article was written by sofi, member of Indonesia Membaca, edited by me for this blog]
sumber gambar :
http://stephie5741.blogspot.co.id/2016/06/how-to-get-book-published-in-1000-easy.html
0 komentar:
Post a Comment