Home » , , » Menaklukan Amoxophobia

Menaklukan Amoxophobia

Bandara Saumlaki, MTB (doc. pribadi)
Naik kendaraan adalah hal paling menakutkan bagi penderita amoxophobia. Saya memiliki phobia ini dari semenjak kecil. Tak peduli jarak dekat atau jauh, jikalau naik kendaraan tertutup saya akan mual, pusing, dan muntah. Bahkan naik motor pun jika saya yang dibonceng akan begitu juga kondisinya. Ya jangankan naik kendaraannya, saat tahu akan berkendara pun sindrom saya langsung kambuh. Gejala nya mual dan pusing, hanya membayangkan akan naik kendaraan udah begitu kondisinya.

Agar tidak mabuk kendaraan, saya mengatasinya dengan minum obat anti mabuk. Dan saya sangat ketergantungan dengan obat ini. Saat sekolah SMA adalah tantangan pertama saya harus setiap hari naik angkot dari rumah ke sekolah, lama perjalanan kira-kira 40 menit. Hari pertama ospek saya mabuk berat karena tak minum obat anti mabuk. Hari kedua saya ngantuk berat karena efek obat anti mabuk. Begitulah kira-kira gambaran kalo minum obat anti mabuk, kalo gak minum saya mabuk kalo minum saya akan ngantuk berat, tak konsen ngikutin kegiatan apapun.

Kondisi tersebut masih mending. Efek lebih buruk obat ini baru terasa beberapa tahun kemudian sesudah lulus kuliah. Di saat itu jam terbang saya mulai tinggi untuk bepergian ke luar kota. Dan baru saya sadari bahwa saya phobia dengan hampir semua kendaraan tertutup, mobil, kereta, bahkan pesawat yang hanya 1 jam perjalanan. Obat anti mabuk ini membuat saya tak mabuk saat perjalanan, namun saya sakit setelahnya.

Jika saya pergi berkendara 1 hari saya tumbang selama satu hari pula. Jika berkendara 3 hari, saya tumbang 3 hari pula. Kondisi terparah adalah saat perjalanan Bali-Lombok selama 1 pekan, sayapun tumbang selama 1 pekan. Gejala tumbangnya sama, mual, pusing, dan muntah serasa sedang mabuk perjalanan. Kondisi tersebut cukup membuat saya stress. Saya coba googling nyari-nyari tips gimana cara nyembuhin amoxophobia, hasilnya nihil katanya sulit disembuhkan. Katanya bisa pakai hipnoterapi, tapi sayangnya saya kurang percaya dengan terapi seperti itu.

Suatu hari saat acara Personal Enterprise Plan saya diskusi dengan teman tentang phobia ini. Dalam acara tersebut kami diminta menuliskan kelemahan masing-masing yang dapat menghambat karir. Poin utama yang saya tulis adalah amoxophobia, karena pekerjaan saya saat ini akan menuntut mobilitas lebih tinggi. Sebelumnya mungkin hanya 2-3 bulan sekali intesitas bepergian ke luar kota dan saat ini mungkin 1 bulan sekali atau bahkan lebih sering lagi. Teman saya bilang sepertinya ini bukan gejala phobia, mungkin lebih ke problem metabolisme atau sistem keseimbangan tubuh. Salah satu terapinya dengan lebih sering berkendara tapi tak boleh minum antimo. Dalam karir plan itu saya tuliskan target dalam 3 bulan harus menghilangkan amoxophobia. Meski saat itu belum yakin apa saya bisa?

Sampai akhirnya saya pindah ke Bandung. Shock juga saat tahu tiap hari kudu nge-Damri atau ngangkot. Sedang di Yogyakarta kemana-mana bisa bawa motor sendiri. Satu bulan pertama saya naik angkot masih minum obat anti mabuk. Meski hanya dari Jatinangor ke UNPAD tetep saya minum itu obat hehe... Saat mau dihentikan selalu ada ketakutan, takut jika saya mabuk. Sampai akhirnya saya berkomitmen untuk mengurangi dosis obatnya sedikit demi sedikit. Dari mulai satu tablet, setengah tablet, seperempat tablet, sampai akhirnya alhamdulillah bisa dihentikan.

Untuk jarak Jatinangor-Kota Bandung udah berani lah ya tanpa minum obat anti mabuk. Untuk jarak yang lebih jauh semisal Kuningan-Bandung saya masih minum obat. Dan perlahan saya mengurangi ketergantungan untuk jarak yang lebih jauh. Tips nya sama, tiap kali bepergian jauh saya kurangi dosisnya. Alhamdulillah sekarang sudah tidak phobia sama sekali naik kendaraan, baik mobil, kereta, maupun pesawat.

Saya butuh waktu sekitar 3-4 bulan untuk menjalani terapi berkendara. Dalam waktu 3-4 bulan tersebut saya hampir tiap hari naik angkot jarak dekat, 2-3 pekan sekali naik mobil jarak jauh, 5 kali naik kereta, dan 4 kali naik pesawat. Awal-awal ngurangi dosis tetap ada efek mual, pusing, dan muntah tapi saya menahan diri untuk gak minum obat anti mabok. Efek setelahnya tak separah ketika saya minum obat anti mabok. Ini yang membuat saya semakin berkomitmen untuk menghilangkan ketergantungan obat.

Dari momen ini saya belajar bahwa melawan ketakutan dalam hidup hanya dapat dilakukan dengan mengalahkan ketakutan itu sendiri. Niatkan dengan benar untuk mengalahkan itu, maka Allah pun akan memberikan jalan. Bukan sebuah kebetulan ketika saya pindah ke Bandung, mobilitas bepergian dalam maupun luar kota semakin sering. Saya yakin ini adalah moment tarbiyah Allah.

Hikmahnya, sejatinya perjalanan hidup ini adalah ujian, kita bisa mengendalikan diri (menahan diri) atau tidak. Mungkin kali pertama mengendalikan diri kita gagal alias tetap mabuk kalau dalam case saya ini. Disini Allah sedang menguji lagi kesabaran dan kekuatan tekad kita. Udah berusaha tapi gagal, menyerah dan berhenti atau bersabar dan mencoba lagi? InsyaAllah dengan keyakinan akan pertolongan Allah, kesabaran akan prosesnya, dan tekad yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik maka Allah akan mudahkan jalannya dan hadirkan kebaikan dalam hidup kita. 

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

 
Support : facebook | twitter | a-DHA White Series
Copyright © 2013. Moving Forward - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger