Kematian adalah
kepastian untuk semua makhluk hidup, namun bukan sesuatu yang menyenangkan
untuk dibicarakan. Buku ini kecil namun sangat sarat makna, menohok banget bagi
saya yang masih sering disibukkan oleh urusan duniawi. Buku ini berbicara
tentang hakikat kematian, merenungi khusnul khotimah atau su’ul khotimah,
jebakan-jebakan kehidupan, dan tanda-tanda khusnul khotimah.
Nasehat Abdullah
bin Umar tentang hakikat kematian, “jadilah di dunia ini laksana orang asing
atau orang yang tengah melakukan perjalanan.” Ibnu Umar berkata ketika dirimu
berada di waktu sore janganlah menunggu waktu pagi. Ketika pagi, janganlah
menunggu sore. Optimalkan waktu sehatmu untuk mengantisipasi waktu sakitmu.
Optimalkan waktu hidupmu untuk menyongsong kematianmu.” Sungguh pesannya sangat
sederhana yakni jangan menunda-nunda untuk beramal baik, namun pesan sederhana
ini seringkali berat untuk dilakukan.
Perlu kita camkan
dengan baik, bahwa kehidupan dunia diukur dengan waktu dan dibatasi ajal.
Orang-orang shalih akan wafat sebagaimana orang-orang dzalim juga akan mati.
Semua akan mati. Di dalam hadits At-Tirmidzi dijelaskan bahwa kematian
didahului oleh proses sakaratul maut yang sakitnya tiada tara. Bahkan dalam
buku lain dijelaskan sakitnya seperti 99 kali tebasan pedang yang sangat tajam.
Kala itu setan duduk dekat kepala seseorang yang sedang sakaratul maut. Setan
hendak menyesatkan ia dari Allah. Ia berkata setengah merayu “matilah kamu
dalam keadaan Yahudi karena ia agama terbaik.” Atau “matilah kamu dalam keadaan
Nasrani karena ia agama terbaik.” Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu
Taimiyah. Beratnya sakaratul maut akan sangat tergantung kepada amal perbuatan
selama hidup dan rahmat Allah. Dan saat itulah kita baru tersadar bahwa jatah
hidup yang Allah berikan telah habis dan bersiap mempertanggungjawabkan amal
perbuatan di dunia.
Muliakah Kematian
Kita?
Kematian merupakan
satu dari enam hal yang dirahasiakan waktunya oleh Allah. Tujuannya adalah agar
manusia senantiasa mempersiapkan diri untuk bertemu Allah, kapanpun Allah
berkehendak. Namun ini juga salah satu yang menggoda manusia sehingga banyak
yang terlena. Nikmat kemudahan dan kesesatan seringkali membuat manusia lupa
bahwa hidup akan berakhir dengan pertanggungjawaban.
Al-Qur’an banyak
berbicara tentang kematian. Sesungguhnya Al-Qur’an memberikan pesan agar kita
sadar kemana titik kita akan berakhir dan visi misi kehidupan seperti apa yang
harus kita bangun. Sesungguhnya keimanan bermula dari kesadaran akan adanya
kehidupan akhirat. Titik pentingnya adalah memiliki kesadaran tentang waktu.
Semua orang akan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih.
Ada kelompok agama tertentu yang menyepelekan siksaan neraka di akhirat “ah
palingan nanti hanya di neraka 1-3 hari” sesungguhnya mereka tidak tahu bahwa
“Satu hari di sisi Rabbmu, adalah seribu tahun dalam bilangan kami.” (Al-Hajj:
47). Jadi kalau disika di neraka sehari saja itu berarti disiksa selama 3000
tahun di bumi. Naudzubillahhimindzalik. Kita berlindung kepada Allah semoga
dijauhkan dari siksa api neraka.
Allah menciptakan
variabel untuk mengingat kematian, yakni ziarah kubur, sering-seringlah melihat
kuburan. Atau kita tiru pribadi Rasul. Kata Rasul bahwa saat tidur adalah
saudara kematian karena saat itu ruh diangkat dari jasad kita dan Allah
kembalikan ruh saat kita bangun. Rasulullah mengajarkan kepada kita agar
berwudhu, shalat witir, dan berdo’a sebelum tidur. Maka ketika bangun kitapun
berdo’a pula yang artinya “segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami
kembali setelah ia mematikan kami. Dan kepada-Mu kami kelak kembali.
Jadi ketika kita
berfikir bagaimana mengelola waktu, mari kita mulai dari akhir. Dari kematian.
Kematian seperti apa yang kita inginkan? Dengan cara apa saya ingin mati?
Itulah jalan hidup yang akan kita tempuh dalam perjalanan fana di dunia.
Khusnul Khotimah
atau Suul Khotimah?
Rasulullah
bersabda “Boleh jadi diantara kalian ada yang melakukan amal-amal ahli surga.
Tetapi dalam takdir Allah, didalam ilmu Allah, ia akan masuk neraka. Boleh jadi
diantara kalian ada yang melakukan amal-amal ahli neraka, tetapi dalam ilmu
Allah kelak ia masuk surga dalam keadaan itu ia mati. So, kebaikan seseorang
bukanlah pada awal kehidupannya atau pertengahan kehidupannya akan tetapi pada
akhir kehidupannya. Rasulullah mengajarkan kita agar senantiasa berdo’a “Ya
Allah jadikanlah usiaku yang terbaik adalah penghujungnya dan hari-hariku yang
terbaik adalah dimana hari-hari saya bertemu dengan-Mu.” Inilah rahasia Allah
dalam kematian.
Ukuran yang menentukan
nilai hidup kita adalah amal pada setiap waktu yang kita lalui. Itu sebabnya
kita harus membuat rasio produktivitas hidup bahwa setiap unit waktu idealnya
berisi satu atau dua amal kebaikan. Namun perlu diingat bahwa amal hanyalah
alat bantu Allah untuk menurunkan rahmat-Nya agar kita dapat tiket ke surga.
Alat bantu ini menunjukkan bahwa Allah itu Maha Adil, bahwa setiap amal
perbuatan baik ataupun buruk ada balasannya walaupun itu hanya seberat biji
zarah. Dalam beramal ada syarat yang harus kita penuhi, yakni niat karena Allah
dan ittiba Rasulullah artinya amalan ini harus dilakukan menurut tata cara yang
dilakukan Rasulullah, ada fiqih yang jadi rujukan kita.
Itulah konsep
khusnul khotimah. Artinya bahwa untuk menggapai ending kehidupan yang baik kita
harus konsisten dengan amalan yang baik. Itulah mengapa Allah lebih menyukai
amal ibadah yang sedikit namun berkesinambungan (HR Imam Muslim). Penting bagi
kita untuk mendaki sampai ke puncak gunung, tetapi lebih penting untuk berusaha
bertahan di puncak gunung. Penting bagi kita untuk berkarya, tetapi lebih
penting untuk berusaha tetap berkarya. Penting bagi kita untuk berkontribusi,
tetapi lebih penting untuk tetap berkontribusi. Konsistensi, sebuah kata yang
ringan namun berat dijalankan, butuh energi yang dahsyat untuk mengamalkannya.
Nah agar kita bisa
menggapai khusnul khotimah, kita perlu mewaspadai beberapa hal berikut karena
melenakan kehidupan duniawi kita, yakni pertama jebakan kesuksesan, sehingga
timbul rasa puas berlebihan, merasa menjadi orang besar yang berefek pada
keangkuhan/sombong akibat sukses. Imbangi kesuksesan dengan memperkuat
keimanan, bahwa Allah semata yang menyebabkan kita bisa sukses sehingga tetap
rendah hati dan tidak berhenti beramal pada satu kesuksesan.
Kedua, jebakan
massa, kekaguman yang berlebihan dari banyak orang terkadang membuat manusia
menjadi merasa cepat puas dan berhenti berkarya. Atau sebaliknya banyaknya sikap
kritis dari banyak orang membuat manusia merasa tertolak dan enggan berkarya.
Ketiga, obsesi kesempurnaan, idealnya kita harus punya obsesi ini namun perlu
kita sadari bahwa kesempurnaan itu relatif mengacu kepada ruang dan waktu.
Karena itu kita perlu menyediakan ruang pada diri kita untuk menerima kenyataan
bahwa dalam diri kita ada kelemahan.
Adapun tanda-tanda
khusnul khotimah adalah: ketika wafat mengucapkan kalimat syahadat (H.R. Al
Hakim), saat wafat dahi berkeringat (H.R. Ahmad, An-Nasai, At-Tirmidzi, dkk),
waktu wafat terjadi pada malam Jum’at atau siangnya (H.R. Imam Ahmad), mati
syahid (Ali Imran: 169-171; H.R. At-Tirmidzi, Ibn. Majah, dan Ahmad), meninggal
dunia di medan tempur dalam rangka memperjuangkan agama Allah (H.R Muslim,
Ahmad, dan Al-Baihaqi), meninggal disebabkan wabah kolera (H.R. Bukhari,
Ath-Thayalisi, dan Ahmad), wanita yang meninggal karena melahirkan (H.R. Ahmad,
Ad-Darimi, dan Ath- Thayalisi).
“Ya Allah
jadikanlah usiaku yang terbaik adalah penghujungnya dan hari-hariku yang
terbaik adalah dimana hari-hari saya bertemu dengan-Mu.” Aamiin Ya
Rabbalalaamiin.
Yogyakarta, 23
Januari 2016
-THW IM1-
Judul Buku : Konsistensi Menyongsong Kematian Husnul Khotimah
Penulis : M. Anis Matta
Penerbit : Fitrah Rabbani
Page : 87 halaman
gbr: http://3.bp.blogspot.com/T_gQT_YqLec/UeOWQOJ6j5I/AAAAAAAAAV0/Qbyi0W4FtW0/s400/3051904826_26796b6f0d_o.jpg
0 komentar:
Post a Comment