Berawal dari rasa penasaran tentang siapa dan
mengapa nama Gajahmada begitu populer, saya antusias berburu novel serial
Gajahmada. Kresna Hariadi dengan sangat piawai menampilkan sosok politikus nan
ambisius, Gajahmada, dalam novel ini. Menegangkan, bikin penasaran, dan selalu
penuh kejutan. Langit Kresna Hariadi mampu memadukan romantisme, kelucuan, emosi,
dan konflik dengan sangat apik.
Serial Gajahmada 1 mengisahkan perjalanan
karir Gajahmada pada titik nol. Seorang prajurit biasa yang baru diangkat
menjadi Bekel, jabatan terendah dalam satuan keprajuritan Majapahit kala itu.
Ia memimpin sebuah pasukan kecil bernama Bhayangkara. Pasukan ini sangat
istimewa karena disaring dari orang-orang pilihan dan digembleng secara khusus
sehingga masing-masing anggota punya kemampuan diatas rata-rata baik dalam
kecerdasan, olah kanuragan (kemampuan bela diri), ataupun senjata (panah dan
pisau).
Tugas pasukan Bhayangkara selain sebagai
pengawal kerajaan adalah sebagai telik sandi (mata-mata), tak ada benteng musuh
serapat apapun yang tak dapat ditembus oleh telik sandi Bhayangkara. Pasukan
ini menjadi layer terakhir untuk menjaga
keamanan raja dan keluarganya. Pasukan ini pula yang menjadi inspirasi
dibentuknya Kopasus pada tubuh TNI. Strategi militer pasukan Bhayangkara banyak
diadaptasi menjadi strategi militer saat ini.
Kerajaan Majapahit saat itu dipimpin oleh
Kalagemet yang bergelar Sri Jayanegara, keturunan lelaki satu-satunya Raden
Wijaya yang menjadi raja Majapahit sebelumnya. Petualangan Gajahmada dimulai saat
suatu hari kabut tebal tiba-tiba menyelimuti Majapahit. Kemunculan bintang
kemukus berekor panjang (meteor kali yah?) menambah suasana semakin ganjil dan
mencekam. Suara burung gagak dan lolongan anjing yang terus menerus menambah
suasana semakin mencekam. Beberapa orang sepuh yang awas paningal salah satunya adalah Arya Tadah, Mahapatih Majapahit
saat itu, mempercayai hal itu sebagai pertanda buruk.
Kabut tebal dan badai bintang kemukus di
malam hari pernah terjadi di masa lampau, sehari sebelum Ken Arok menyerbu
Kediri saat menggulingkan Kertajaya. Suasana serupa juga pernah melanda
kotaraja Singasari sebelum digempur oleh Jayakatwang. Di masa lampau, dua
suasana aneh itu rupanya penanda akan terjadinya perang besar yang menelan
banyak korban. Apakah ini juga penanda perang untuk Majapahit? Pertanyaannya, siapa
yang berani melakukan makar mengingat saat itu Majapahit tak pernah ada konflik
dengan pihak manapun.
Dalam kondisi malam yang mencekam itu
Gajahmada didatangi oleh orang tak dikenal dengan nama sandi Bagaskara Manjer
Kawuryan (matahari bersinar terang) memberikan informasi rahasia yang mengejutkan.
Bahwa besok pagi akan ada pasukan pemberontak berkekuatan segelar sepapan (pasukan besar ) yang akan menyerbu Majapahit untuk
membunuh raja dan mengambil alih kerajaan (istilah sekarang kudeta). Untuk
mengetahui pergerakan musuh, Gajahmada mencoba memilah setiap nama yang mungkin
berpeluang sebagai pemberontak, tapi nihil, ia tak punya gambaran siapapun.
Malam itu Gajahmada harus menemukan siapa dalangnya atau dia akan kehilangan
Majapahit.
Dalam situasi ini terlihat betapa cerdas dan
tangkas Gajahmada mengomando pasukan Bhayangkara dalam mengatasi situasi yang
rumit dan sangat mendesak. Majapahit saat itu memiliki tiga kesatuan prajurit
yang masing-masing berkekuatan segelar
sepapan, yakni Jala Rananggana, Jalapati, dan Jalayuda. Hasil olah telik
sandi Bhayangkara menemukan bahwa salah satu pasukan itu berada di pihak
pemberontak. Gajahmada yang hanya berpangkat bekel, dengan bekal lencana
kepatihan dari Mahapatih Arya Tadah dengan sigap malam itu juga melakukan
diplomasi dengan dua kesatuan lain yang belum diketahui afiliasinya.
Rupanya hanya pasukan Jalapati yang dipimpin
oleh Banyak Sora yang masih mendukung raja. Pasukan Jala Rananggana yang
dipimpin Pujut Luntar sudah dipastikan pro pemberontak. Pasukan Jalayuda yang
dipimpin Panji Watang bersikap netral tapi dibalik netral tersebut sungguh ada
niat yang lebih keji untuk melibas siapapun yang menang dan menjadikan dirinya
sebagai raja. Yang lebih mencengangkan adalah otak pemberontakan ternyata
pejabat-pejabat yang baru saja diberi gelar kehormatan oleh raja. Mereka adalah
para rakrian winehsuka yaitu Ra Kuti sebagai pemimpin, Ra Tanca, Ra Pangsa, Ra
Banyak, Ra Yuyu, dan Ra Wedeng. Mereka adalah orang-orang yang tidak puas atas
kepemimpinan raja dan haus kekuasaan. Sejarah telah membuktikan bahwa hanya
pasukan militer yang berani melakukan kudeta. Kedua bahwa keserakahan manusia
akan kekuasaan dan jabatan menjadi penyebab berbagai konflik politik bahkan
peperangan.
Singkat cerita Ra Kuti, dkk, berhasil
menguasai Majapahit yang menyebabkan Sri Jayanegara dan keluarga harus
mengungsi dan nomaden untuk menghindari kejaran pasukan Ra Kuti yang terus memburunya.
Dalam pelarian ini banyak kisah tragis tapi juga kelucuan yang menimpa raja karena
raja yang terbiasa hidup mewah dan dilayani harus hidup ala latihan prajurit
Bhayangkara. Kebayang lah ya gimana beratnya latihan prajurit Bhayangkara
(sekelas Kopassus saat ini) di dalam hutan dan nomaden. Dalam pelarian, dengan
menyembunyikan identitasnya, Sri Jayanegara berlindung di rumah-rumah penduduk
di pelosok desa atau di hutan. Pengalaman itu membuatnya lebih tahu kondisi
rakyat yang miskin dan berjanji untuk lebih memperhatian kesejahteraan rakyat kelak
jika ia selamat.
Selama pelarian, raja hanya ditemani oleh
Gajahmada, jasa inilah yang membuatnya kelak sangat dipercaya oleh keluarga
kerajaan Majapahit. Awalnya, Gajahmada melibatkan pasukan Bhayangkara untuk
melindungi raja saat pelarian. Namun rupanya ada dua pengkhianat dalam pasukan
Bhayangkara sehingga beberapa kali raja hampir terbunuh saat bersembunyi. Gajahmada
pun memutuskan hanya dia yang menemani raja saat pelarian.
Ra Kuti, si otak pemberontak, menerapkan
sistem tangan besi saat berkuasa. Terjadi banyak perkosaan, perampasan harta,
bahkan pembunuhan massal saat rakyat melakukan pepe (unjuk rasa) yang dilakukan
oleh prajurit Ra Kuti. Siapapun yang berani menentang Ra Kuti dihukum gantung
atau dipenjara. Rakyat secara nyata tidak suka terhadap Ra Kuti. Apalah artinya
raja tanpa dukungan rakyat. Gajahmada dan pasukan Bhayangkara memanfaatkan
kondisi itu untuk menghimpun kembali kekuatan rakyat dan pejabat yang masih pro
raja.
Seperti kisah sejarah pada umumnya, dalam
novel ini banyak sekali nama-nama tokoh dan gelar-gelar raja yang
panjang-panjang dan sulit dieja. Di buku pertama ini saya kudu beberapa kali back to halaman sebelumnya untuk ngecek
lagi tokoh ini siapa yah? Bahkan untuk nulis resume ini saya juga kudu ngecek
lagi nama-namanya untuk menghindari kesalahan speeling. Trus ada beberapa istilah Jawa yang tak dijelaskan
artinya ditulis italic seperti brubuh,
nabastala, klebet, jigang, dampar, dll. Untuk novel Gajahmada selanjutnya
tak terlalu banyak nama tokoh, kalaupun ada nama tokoh baru atau istilah baru
diberi footnote sehingga tak harus back to previous page.
Semasa sekolah menengah, pelajaran sejarah
bagi saya adalah paling membosankan. Monoton, gak jelas alurnya, enggak banget
terbawa arus emosi sejarahnya saat baca. Menulis ulang sejarah dalam bentuk
novel akan menjadi inovasi unik dalam memahami sejarah. Kreshna Hariadi pun
perlu riset bertahun-tahun untuk menyajikan inti cerita sehingga mendekati
kejadian sebenarnya. Tentu ditambah bumbu fiksi yang membuat alurnya semakin
gurih. Adalah Empu Prapanca yang juga memiliki banyak nama, sang wartawan
sejarah, penulis kitab Negarakertagama, melanglangbuana ke berbagai wilayah
Nusantara untuk menuliskan berbagai kejadian yang ia lihat dan ia alami,
termasuk salah satunya kesaksian tentang kisah Majapahit dan sepak terjang
Gajahmada. Berkat kepiawaian dan kegigihan mereka dalam menulis sejarah, kita
yang hidup di jaman sekarang, ratusan tahun melewati masa itu, bisa mengambil
hikmah dari kisah masa lampau.
Finally, apakah Gajahmada berhasil merebut
kembali kekuasaan dari tangan Ra Kuti? Siapakah prajurit Bhayangkara yang
berkhianat? Siapakah Bagaskara Manjer Kawuryan, orang yang selalu hadir secara
misterius dihadapan Gajahmada untuk mengabarkan sepak terjang musuh? Orang
misterius ini pula yang mengabarkan adanya mata-mata di tubuh Bhayangkara. Perjalanan
untuk menemukan tiga teka-teki tersebut menjadi kenikmatan tersendiri dalam melahap
novel ini. Endingnya seperti saya bilang, sungguh tak terduga. Jika penasaran
silahkan temukan sendiri dalam novelnya. Recomended
bagi penyuka thriller dan atau literasi
sejarah.
Judul Buku : Gajahmada
Penulis : Langit Kresna Hariadi
Penerbit : Tiga Serangkai
Jumlah halaman : 592
Yogyakarta, Maret 2016
-THW-
Tulisan ini telah dimuat di http://indomembaca.blogpsot.com/
Sumber gambar http://sigitpriambodo.blogspot.co.id/2013/05/download-ebook-novel-gajah-mada-1-4.html
Sumber gambar http://sigitpriambodo.blogspot.co.id/2013/05/download-ebook-novel-gajah-mada-1-4.html
0 komentar:
Post a Comment