“If
you only had a short time to live, what would you do?” Pengantar di belakang buku ini
sungguh menggugah, apalagi setelah dijelaskan bahwa true story, membuat saya
tak berkutik untuk bersegera melahap setiap halamannya. Amazing, very motivational,
inspiratif, dan sangat menyentuh hati begitu kesimpulan saya akan buku ini.
Sangat layak jika kemudian menjadi the international bestseller dan telah terjual
lebih dari 5 milllion copies di seluruh dunia.
Randy Pausch adalah
seorang Profesor Computer Science di Carnegie Mellon University yang sangat
energic, youthful, cheerful. Selain menjadi dosen dan peneliti, Ia juga bekerja
dengan Adobe, Google, Electronic Arts, Walt Disney Imagineering, dan non profit
Alice Project (refers to Alice and The Wonderland movies). Tahun 2007, Randy
didiagnosa kanker Pankreas, sekitar 10 tumor telah bersarang di tubuhnya.
Dokter mengatakan Randy hanya mampu hidup 3 sampai 6 bulan lagi.
“So,
how spend to my very limited time?”
Itulah pertanyaan Randy ketika akhirnya ia memutuskan untuk menulis buku ini. Berkisah
perjalanan hidupnya dari mulai achieving mimpi masa kanak-kanak, bagaimana
orang tuanya mendidiknya, bagaimana ia mendidik mahasiswanya, kisah romantis
dan tentu saja kisah sedih ia dengan istri dan tiga anak yang akan
ditinggalkannya. Bagian akhir buku ini “Jai and Me” (Jai is his wife) ditambah
foto Randy bersama ketiga anaknya sungguh bikin saya baper. [My mother is a cancer survivor, I know it’s really hard time with someone
we love fighting between death and life. And also my father passed away in 2013].
Yang menarik dari buku
ini juga adalah gaya bahasanya yang santai. Seolah penulis sedang berbincang
langsung dengan saya. Ia mengajarkan tentang optimis, attitude, kejujuran, dreams,
dan tentu saja how to live your life.
Lebih dalam, buku ini merupakan transfer nilai Randy untuk anak-anaknya.
Bagaimana mereka belajar dari seorang ayah yang tak mampu membersamai mereka
dewasa. Planning bagi Randy adalah segalanya, dapat dilihat dari bagaimana ia
tetap optimis untuk hidup dan merencanakan sesuatu untuk anak-anak mereka meski
di limited time-nya.
Menjadi seperti Randy,
tidak terlepas dari gaya pendidikan orang tuanya. Orang tua Randy mengajarkan
bahwa membaca buku lebih baik daripada nonton TV. [Nah loh ayook kita lebih
semangat lagi membaca]. Hampir setiap malam mereka berdiskusi tentang apapun,
dari kamus, ensiklopedi, membuka pikiran. Ayahnya seorang storyteller yang
selalu menceritakan kisah dan quote-quote yang inspiratif. Bahkan orangtuanya
tak pernah melarang Randy dan adik-adiknya menggambar mimpi di dinding rumah. Gambar-gambar
itu masih ada sampai Randy dewasa. Benar jika dikatakan, tanpa keluarga kita
bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Poin pentingnya bahwa keluarga adalah fondasi
pendidikan karakter bagi anak.
Di buku ini Randy juga
berkisah bagaimana ia akhirnya mendapatkan Jai (his wife). Bener sih cewek suka
bingung dengan perasaan sendiri, dimulut ‘tidak’ tapi tindakan ‘iya’ atau malah
sebaliknya [keknya perlu baca ulang Men From Mars Women From Venus]. Lalu apa
kata Randy sama Jai “Look, I’m going to
find a way to be happy, and I’d really love to be happy with you, but if I
can’t be happy with you, then I’ll find a way to be happy with you.” Lalu
nasehat ibunya untuk Randy “Be
supportive. If you love her, support her” (p.78). Lalu saat vonis itu
hadir, Ia bilang “Most of all, I want Jai
to be happy in the years ahead. So if she find happiness through remarriage,
that will be great. If she finds happiness without remarrying, that also will
be great” (p.202).
Nasehat Randy tentang
waktu, 1) time must be explicitly
managed, like money; 2) you can always change your plan, but only if you have
one; 3) ask yourself: are you spending your time on the right things; 4) develop
a good filling system; 5) rethink the telephone; 6) delegate; 7) take a time
out (p.108-110).
Nasehat Randy tentang
mimpi untuk anak-anaknya “Don’t try to
figure out what I wanted you to become. I want you to become what you to become”
(p.198). Demikian pesan yang sama untuk mahasiswanya. Ini menjadi tantangan
bagi orang tua dan pendidik untuk tidak memaksakan kehendak kepada anak-anak (means children and students). Yang perlu
dilakukan orang tua dan pendidik adalah mendorong dan mengarahkan mereka untuk
meraih mimpi dengan cara yang benar. Dan tentu Randy selalu memberi inspirasi
dan meng-encourage mahasiswanya untuk mewujudkan mimpi mereka. [bold notes
untuk saya yang juga memilih bidang karir sama, how I can support my students
to achieve their dreams].
Sebagai penutup The Last
Lecture, Randy memberikan pesan untuk kita semua, bahwa kini saatnya kita yang
meraih mimpi. But, “It’s not about how to
achieve your dreams. It’s about how to lead your life. If you lead your life
the right way, the karma will take care of itself. The dreams will come to you”
(p.206).
Perjalanan hidup Randy
Pausch bisa terjadi pada siapapun, saya dan anda. Jika demikian, apa yang akan
kita lakukan? Jejak seperti apa yang akan kita tinggalkan untuk orang-orang tercinta?
Kita semua punya limited time dan sayangnya hanya Tuhan yang tahu kapan limit
ini akan habis. Padahal masih banyak mimpi-mimpi kita yang belum terealisasi. Beruntunglah
Randy yang tahu limited time-nya dan mampu menyiapkan hal terindah untuk akhir
hidupnya. Maka saya sepakat dengan pesan terakhir Randy, “Lead our life the right way and dreams will come to us.” Ini hal
terbaik yang dapat kita lakukan. Planning,
preparation, and keep on the right way.
Diresume dari The Last Lecture Lessons in Living yang ditulis oleh Randy Pausch
Bandung, 1 Januari
2018
-THW-
Notes:
Buku ini menjadi refleksi
dan inspirasi mengawali resolusi tahun 2018, banyak mimpi yang insyaAllah akan
diraih, niat yang perlu diluruskan, dan target menjadi pribadi yang lebih baik.
Keep optimism untuk kamu yang juga punya mimpi spesial di tahun 2018 ini. And special
thanks untuk yang sudah meminjamkan buku yang sangat inspiratif ini.
Randy with his children (sumber: http://www.pittsburghmagazine.com) |
0 komentar:
Post a Comment