Home » , , » Strategi Branding, Smart Flanker

Strategi Branding, Smart Flanker

Smart flanker merupakan strategi untuk merek lokal yang tidak memiliki keunggulan lokal. Mereka harus mampu menciptakan pasar sendiri, mencari celah kekuatan yang dapat dikuasai dan sulit ditembus oleh pemain dominan (p.12). Strategi flanking adalah konsep strategi pemasaran yang diadopsi dari strategi militer, jika memiliki sumber daya terbatas maka harus meminimalkan kekalahan. Strategi yang dilakukan antara lain: (1) avoid confrontation, menghindari konfrontasi dengan pesaing. Contohnya, membidik segmentasi yang berbeda dengan pesaing seperti yang dilakukan Ranch Market dengan mengambil segmen blue ocean yakni konsumen kelas atas dengan menyediakan produk berkualitas atas dan format layanan kelas atas yang unik untuk menghindari persaingan dengan ritel global seperti Carrefour, Giant, dan Lotte.  

(2) Move quickly and quietly, bergerak cepat dan tenang sehingga tidak terendus pesaing. Awal tahun 2000an, Lion Air merupakan pemain flanker yang hebat. Ia memulai dengan strategi low tarif yang diluncurkan saat membuka rute Jakarta-Medan tahun 2001. Strategi murah ini diiringi dengan efisiensi penerbangan berupa layanan no frills (tanpa makanan). Dengan slogan “We Make People Fly” Lion mampu menarik orang untuk terbang dengan ongkos yang murah, strategi yang nyaris tak terpikirkan oleh maskapi lain kala itu dan menjadi value proposition baru bagi industrinya. (3) flexibility, Kino misalnya merupakan brand yang fleksibel dan sangat opportunity driven. Ini terlihat  dari bagaimana ia mengambil peluang menciptakan produk baru, melompat dari satu kategori produk ke kategori produk lain sesuai dengan kebutuhan pasar. Dari inovasi menciptakan permen lunak rasa kopi (permen Kino), ke pembersil Ovale yang inovatif, vitamin rambut (Ellips), isotonik (Kino Sweat), dan masuk lagi ke obat K-100, dst.

D’cost juga meruapakan salah satu contoh flinker yang hebat dengan menciptakan blue ocean market, membidik pasar yang sepi pemain menjadi value proposition-nya. Melalui tagline “kualitas bintang lima, harga kaki lima”, D’cost menyajikan seafood berkualitas dengan harga miring. Contoh harga teh tawar Rp100 dan bisa isi ulang, nasi Rp1000 dan bebas nambah semaunya. Pertanyaannya bagaimana D’Cost menghasilkan harga super murah? Kuncinya skala ekonomi. Jika permintaan besar maka bahan baku yang dibeli besar sehingga harga satuan bahan baku lebih murah. Jadi kuncinya adalah volume. D’Cost teknologi informasi seefektif mungkin untuk memangkas biaya-biaya. D’Cost juga melakukan promosi yang unik, seperti “diskon umur”, yakni diskon sesuai umur yang tertera di KTP, jika umur 30 maka diskon 30%, dst. Diskon “hamil baru bayar”, mereka memberikan kesempatan kepada pasangan yang menikah untuk merayakan di D’Cost gratis termasuk dekorasi pelaminan dan bayar dilakukan jika sudah hamil (jika tidak hamil maka gratis). Dan banyak lagi bentuk promosi uniknya.

4) focused on uncontested area, membidik segmen pasar pinggiran. Buccheri, salah satu brand sepatu lokal menerapkan strategi ini untuk branding produknya. Pemain fashion raksasa umumnye menyasar mal dan pusat perbelanjaan. Awalnya Buccheri juga demikian, namun ia kalah bersaing dengan brand yang sudah populer. Buccheri memutuskan untuk menarik diri dari keramaian dan menggunakan showroom independen di berbagai kota kabupaten. Keuntungannya, showroom lebih murah daripada sewa di mall dan ekspansi di kota/kabupaten merupakan langkah yang tepat mengingat adanya otonomi daerah dan pusaran ekonomi semakin bergeser ke kota/kabupaten

5) Flanking Through Innovation, menghindari persaingan dengan menciptakan value proposition yang tidak dipikirkan pemain dominan. Kino, menciptakan produk face cleansing cream dan face toner dalam satu formula. Umumnya milk cleanser dan toner dibuat terpisah. Ide ini orisinil karena belum pernah dilakukan oleh brand kosmetik lain. Konsep inovatif ini langsung diterima pasar karena lebih nyaman, praktis, dan hemat. Dengan solusi inovatif tersebut, tahun 1999 Ovale langsung mencuri 12% pangsa pasar yang sebelumnya dikuasai pemain raksasa dan ditahun kedua produk diluncurkan tumbuh menjadi 16,5%.

Terdapat beberapa strategi flanking lain yang dapat dipelajari dari buku ini. Strategi ini sangat cocok untuk brand lokal yang belum terkenal untuk meningkatkan pangsa pasarnya. Ketika strategi flanking ini berhasil, maka mereka harus mampu meningkatkan sumber daya ke tingkat kemampuan global best practice dengan pemupukan modal, meningkatkan kualitas SDM, membangun keunggulan manajemen, dan memperkokoh penguasaan teknologi.

Judul Buku     : BEAT THE GIANT Strategi Merek Indonesia Menandingi Merek Global dan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Penulis          : Yuswohady, Dyah Hasto Palupi, dan Teguh Pambudi
Penerbit        : Kompas Gramedia
Tahun           : 2013
Halaman        : 545

Bandung, 6 Juli 2017

-THW-

source of image : http://forwardcontinuanceinternational.com

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

 
Support : facebook | twitter | a-DHA White Series
Copyright © 2013. Moving Forward - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger