Apa
yang sebenarnya ditakutkan oleh Erika? Dia takut karena selama ini hanya “terjebak”
untuk mendapatkan nilai tinggi sementara dia tidak tahu bagaimana cara
mengembangkan dirinya, skill, hobi, atau mungkin hal lain yang sejatinya harus
dia miliki untuk menyongsong kehidupan paska kampus (baca masyarakat). Erika
sadar bahwa dia terlalu sempit mengartikan makna belajar. Bukanlah pelajaran
yang sesungguhnya adalah kehidupan?
Ketika
kita ditanya mengapa harus kuliah S2 atau S3? Jawabannya pasti beragam kan? Ada
yang untuk menambah ilmu. Apakah tambahan ilmu saja cukup? Agar mudah dapat
pekerjaan. Ah ini mah pragmatis banget. Untuk dapetin gelar dan prestise di
masyarakat. Hm...gelar dan prestise itu sekarang bisa dibeli, ngapain harus
kuliah tinggi ngabisin duit banyak? Lalu untuk apa? Mari kita jawab sesuai hati
nurani masing-masing. Jawaban-jawaban itu tidak salah, tapi menurut saya belum
tepat.
Dunia
kita luas kawan, mari kita buka pintu dan jendela untuk melihat dunia luar. Permasalahan
umat ini terlalu banyak dan tidak akan selesai jika kita hanya “belajar teori”.
Problem masyarakat ini tidak akan selesai di tangan mahasiswa yang hanya
mengejar nilai tinggi (tanpa karya). Akankah kaum terdidik ini dominan menjadi
menara gading di masyarakat? Mari kita belajar di luar kebiasaan, mari kita
berfikir di luar kebiasaan, dan mari kita bertindak di luar kebiasaan. Dan mari
kita berikan yang terbaik semampu kita untuk umat ini.
Alangkah syahdu menjadi
kepompong; berkarya dalam diam, bertahan dalam kesempitan. Tetapi bila tiba
waktu untuk jadi kupu-kupu, tidak ada pilihan selain terbang manari, melantun
kebaikan di antara bunga, dan menebar keindahan pada dunia. Alangkah damai
menjadi bebijian; bersembunyi di kegelapan, menanti siraman hujan, menggali hunjaman
dalam-dalam. Tetapi bila tiba saat untuk tumbuh dan mekar, tidak ada pilihan
kecuali menyeruak menampilkan diri; bercecabang menggapai langit, membangkitkan
buah manis di setiap musim pada segenap penghuni bumi. (kutipan
puisi Salim A. Fillah)
Saya
cemburu kepada puisi ini. Alangkah merugi jika mahasiswa yang sekolah tinggi
itu hanya menjadi kepompong dan biji. Terjebak di zona nyaman. Mari kita
berjuang untuk manjadi kupu-kupu dan menjadi tanaman yang tumbuh kokoh. Memang
tidak mudah, tapi Insya Allah dapat kita upayakan.
Terakhir,
saya copas salah satu status FB awardee LPDP (hehe...maaf belum ijin). Saya suka
status ini: “Carilah ilmu untuk ilmu itu sendiri! Bukan untuk yang lain! Karena
hanya dengan itu kita akan mendapatkan keberkahan dan kemanfaatan suatu ilmu.
Ketika pak Eko Prasojo, Wamen Aparatur Negara ditanya mengenai tips menjadi
profesor di usia muda, beliau menjawab ‘justeru karena saya tidak terfokus pada
gelar profesornya, tetapi pada proses penciptaan karya yang dihasilkan secara
kontinyu dan konsisten.’ Ketika ayahanda seringkali ditanya mengenai tips
sukses mendidik dan menyekolahkan anak, seringkali ia menjawab ‘Kuliah bukan
untuk menjadi pegawai, mesantren bukan untuk menjadi kyai, pelajarilah ilmu,
dan yakinlah Allah akan menghadirkan takdir terbaik bagi para pecinta dan pengamal ilmu. Barangsiapa
mengamalkan apa yang telah diketahuinya, maka Allah akan mengajarkan ilmu yang
belum diketahui orang tersebut.”
Sebuah
refleksi di perkuliahan tengah semester 1, Insya Allah masih ada waktu cukup untuk
berbenah.
Menarik sekali mbak artikelnya. Ijin share di blog saya njih. Jazakillah khairan katsir.
ReplyDeleteDahsyat ukh' like bingettt daahhh
ReplyDeleteDahsyat ukh' like bingettt daahhh
ReplyDelete