Hidup adalah sebuah perjalanan panjang. Butuh keberanian dan kekuatan untuk mengarunginya. perjalanan hidup ini senantiasa melahirkan dua golongan, yakni pemenang atau pecundang. Dalam Islam, hidup ini bermuara pada dua akhir, yaitu surga atau neraka. Korelasinya, yang bisa mendapatkan surga adalah pemenang dan yang mendapatkan neraka adalah pecundang.
Para pemenang tentu tahu siapa diri mereka. Mereka tahu apa yang mereka percayai. Mereka juga tahu aturan hidup agar sampai ke puncak sukses, tahu potensi terbesar yang dimiliki, serta tahu aturan dan tujuan untuk mengembangkan potensi tersebut. Mengapa mereka tahu? Karena mereka senantiasa mempelajari hal itu dan menjadikannya sebagai pengetahuan. Mereka belajar banyak dari pengalaman, wawasan, interaksi dengan orang lain, dan belajar banyak dari penilaian orang lain.
Hasilnya, mereka menjadi sosok yang tidak hanya bermain kekuatan dalam permainan hidup tetapi juga mampu menghindari kesalahan dan mengoreksi kelemahannya. Penilaian mereka terhadap diri mereka sendiri dibuktikan oleh kejujurannya yang luar biasa. Mereka tidak pernah mengejek diri sendiri apalagi mengejek orang lain. Para pemenang selalu mengatakan "Aku tahu siapa aku, darimana aku datang, dan kemana aku akan pergi."
Para pemenang juga memiliki kemampuan mengagumkan untuk memahami hubungan mereka dengan lingkungan serta hubungan dengan berbagai tipikal manusia dan berbagai peristiwa. Mereka menyadari bahwa kemampuan adaptasi merupakan kunci keberhasilan, kesehatan fisik, mental dan bahkan kunci untuk menyelamatkan diri. Bayangkan jika anda adalah orang yang sangat pendiam, suka akan suasana yang tenang dan sepi, namun tiba-tiba anda harus pindah rumah dan memiliki tetangga yang cerewetnya minta ampun. Setiap hari dia curhat kepada anda. Jika anda tidak pandai beradaptasi, apakah anda akan pindah? Jika ternyata tetangga baru anda seperti itu lagi apakah anda juga akan pindah lagi? Ataukah memutuskan untuk membangun rumah ditengah hutan yang sepi? Saya yakin tidak. Manusia adalah makhluk sosial yang tentunya butuh berinteraksi dengan orang lain.
Kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan. Percayakah dengan pernyataan itu? Jika tidak percaya mari kita membuktikannya. Salah seorang tokoh barat mengatakan bahwa "faktanya, sebagian besar dari kita, secara harfiah, akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan." Neil Amstrong kecil ketika ditanya visinya dia menjawab: "saya bercita-cita untuk melakukan sesuatu yang penting dalam bidang penerbangan." Dan terbukti ketika dia besar, dia adalah orang yang pertama kali menginjakkan kakinya di bulan.
Urwah bin Jubair ketika suatu saat berbincang-bincang dengan ketiga sahabatnya, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Mus'ab bin Az-Zubair, dan Abdul Malik bin Marwan. Terjadi perbincangan diantara mereka. Salah seorang dari mereka kemudian berkata "Hendaklah masing-masing daripada kita memohon kepada Allah atas apa yang kita cita-citakan." Maka merekapun berkhayal, angan-angan mereka terbang ke langit tujuh, berputar-putar pada harapan dan mimpi-mimpi mereka. Masing-masing ingin menjadi yang terbaik dalam hidupnya. Simaklah apa yang mereka mimpikan saat itu:
Abdullah bin Az-Zubair berkata: "Aku bercita-cita ingin menguasai Hijaz dan menjadi khilafah."
Mus'ab berkata: "Aku bercita-cita ingin menguasai dua Irak (Kuffah dan Bashrah) sehingga tidak ada yang menyaingiku."
Abdul Malik bin Marwan berkata: "Jika anda berdua hanya puas dengan menguasai itu saja, maka aku ingin menguasai dunia semuanya. Aku ingin memegang kekhilafahan setelah Muawiyah bin Abu Sufyan."
Sementara Urwah tidak berbicara sepatah katapun. Dia diam tidak bergeming. Sehingga sahabatnya bertanya. "Apa yang engkau cita-citakan, wahai Urwah?"
Urwah menjawab: "Semoga Allah memberkati kalian semua terhadap apa yang kalian cita-citakan dalam urusan dunia kalian. Sedangkan aku hanya bercita-cita ingin menjadi seorang alim (memiliki ilmu) yang amil (mengamalkan ilmunya). Orang-orang belajar kitab Allah, sunnah nabi dan hukum-hukum agama Allah kepadaku dan aku mendapatkan keuntungan di akhirat dengan ridho Allah dan mendapatkan syurga-Nya."
Cita-cita Urwah yang sederhana namun luar biasa. Kemudian waktu berjalan begitu cepat sehingga keempat pemuda itupun tumbuh menjadi pria dewasa. Bagaimana dengan cita-cita mereka? perjalanan waktu yang menjawab. Abdullah bin Az-Zubair di bai'at menjadi khalifah setelah kematian Yazid bin Muawiyah (Khalifah kedua dari Khalifah Bani Umayyah) dan diapun menguasai wilayah Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan, dan Iraq. Namun dia mati dibunuh tidak jauh dari tempat dimana dia bercita-cita itu.
Mus'ab bin Zubair pun berhasil menggapai cita-citanya. Dia berhasil menguasai pemerintahan Iraq sepeninggal saudaranya Abdullah. Namun ia juga mati dibunuh dalam mempertahankan kekuasaannya tersebut. Abdul Malik bin Marwan-pun berhasil mencapai cita-citanya. Dia berhasil menjadi khalifah setelah ayahnya wafat dan ditangannya kaum muslim dapat disatukan. Dan dia menjadi penguasa terbesar pada zamannya.
Lalu bagaimana dengan Urwah? Diapun berhasil menjadi seorang yang alim dan amil. Dia menjadi rujukan tentang Islam saat itu. Dia juga yang paling banyak meriwayatkan hadits dari bibinya, Aisyah. Urwah benar-benar menyatukan antara ilmu dan amal. Dia banyak berpuasa pada siang hari dan shalat pada malam hari. Dia juga selalu membasahi lisannya dengan dzikir kepada Allah. Dan Urwah tidak meninggalkan kebiasaannya itu sampai dia wafat.
Urwah adalah salah satu contoh pemenang sejati. Dia mendapatkan apa yang dia cita-citakan di dunia dan diapun tentu saja akan mendapatkan cita-citanya di akhirat yaitu syurga. Seperti yang dikatakan Rasulullah tentang Urwah : "Jika engkau ingin melihat seseorang dari ahli syurga, hendakla ia melihat kepada Urwah bin Zubair." Urwah merupakan sepuluh sahabat Rasulullah yang dijamin masuk syurga.
(inspired by; story of Urwah Bin Zubair in DUGEM-duduk gembira melingkar- by my MR) ^_^
0 komentar:
Post a Comment