Home » , » Siswa Enjoy Dengan UN

Siswa Enjoy Dengan UN


Benarkah UN selalu menakutkan? Benarkah UN penuh dengan ketidakjujuran? Benarkah UN selalu berorientasi kepada nilai? Lalu bagaimana seorang pendidik menyikapinya?

Ternyata tidak juga, tergantung seberapa jauh siswa dan guru mempersiapkan moment penting itu. Banyak yang mengkritik kebijakan UN yang tidak memihak dan memberatkan terutama bagi siswa, termasuk saya juga sebenarnya. Namun mungkin itulah kebijakan pemerintah yang dinilai lebih baik saat ini. Yang seharusnya kita lakukan adalah bukan mengkritik tapi tidak memberikan solusi atau menghalalkan segala cara agar siswa kita lulus dengan diberi kunci jawaban oleh guru (itu zaman saya SD kali yah ^^). Tapi ngomong-ngomong kecurangan seperti itu memang telah mengakar sejak zaman dahulu kala. Salah satu hasil riset JSIT pusat tahun 2010 menunjukkan hal tersebut. Mudah saja membedakan mana sekolah yang jujur mana yang tidak, dengan mengamati pola nilai hasil ujian siswa. Kalau begini terus kapan Indonesia akan maju? 

Kalau ditanya tentang orientasi nilai, saya katakan iya. Orientasi UN adalah nilai, dengan batasan capaian minimal sekian sehingga siswa dapat dikatakan lulus. Sangat pragmatis, namun itulah realitanya. Namun saya selalu tekankan kepada siswa bahwa belajar bukan untuk semata-mata mencari nilai. Nilai yang tinggi adalah salah satu buah hasil dari sebuah kerja keras belajar, namun itu bukan tujuan akhir. Tujuan dari belajar adalah agar siswa mampu mengubah dirinya, cara pandangnya, masyarakatnya, negaranya, bahkan dunia dan akhiratnya agar semuanya menjadi baik. Jadi, adanya UN tidak menjadikan orientasi guru juga berubah bahwa siswa belajar hanya untuk mendapatkan nilai tinggi. Meskipun realitas ini bisa saja terjadi di sebagian institusi pendidikan. 

Sebagai seorang pendidik dan sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan tentunya harus memberikan solusi cerdas agar siswa dapat lulus ujian UN dengan proses yang halal sebab ini merupakan salah satu bagian dari pendidikan karakter bangsa (jujur, kerja keras, dan disiplin). Sekedar berbagi pengalaman saya sebagai seorang guru yang baru 2 tahun membimbing siswa mengikuti UN. Satu hal yang bisa saya tarik kesimpulan agar siswa kita bisa lulus dengan nilai memuaskan tanpa harus berbuat curang yakni -KERJA KERAS-, baik guru, siswa, orang tua, dan institusi sebagai sistem dan penyedia sarana prasarana. Alhamdulillah dengan cara tersebut yayasan tempat saya mengajar baik tingkat SD, SMP, maupun SMA beberapa tahun terakhir selalu memperoleh peringkat 5 terbaik UN di tingkat kabupaten bahkan ada yang sampai tingkat propinsi. Bahkan pernah juga berada pada tingkat teratas. Apa sih rahasianya?

Mengajar dan berlatih keras. Ini berlaku untuk guru dan siswa, bahkan orang tua. Setiap siswa diwajibkan mengikuti jam pelajaran tambahan intensif 6 jam dalam satu pekan dan berlatih soal-soal sesuai dengan kisi-kisi UN mulai awal semester 2. Bahkan soal ulangan harian, UTS, dan UAS selalu mengacu pada indikator soal UN tahun sebelumnya, sehingga siswa sudah terbiasa menghadapi soal-soal dengan berbagai tingkat kesulitan (mudah, sedang dan sulit). Dalam hal ini guru tentunya dituntut untuk dapat membuat soal-soal latihan sesuai dengan standar UN. Sejak semester 2, Tryout sudah rutin diadakan 1x per bulan, bahkan intensitasnya akan bertambah menjadi 1x/pekan atau setiap hari menjelang UN. Tryout ini bisanya diadakan mandiri oleh sekolah, UPT, dinas kabupaten, dan propinsi. Peran guru dalam kegiatan yang membosankan ini tentu sangat penting. Dan yang terpenting sebenarnya adalah bukan hanya mengajar materi pelajaran namun bagaimana menumbuhkan motivasi siswa agar memiliki kesadaran mandiri untuk belajar. Dalam hal ini saya biasanya banyak menyampaikan keterpurukan bangsa Indonesia dalam beberapa hal dan saya menekankan bahwa 30 tahun yang akan datang merekalah pelaku utama yang akan mengubah nasib masyarakat Indonesia. Saya juga sering bercerita tentang teknologi-teknologi baru masa kini dan yang akan booming di masa yang akan datang, perbandingan dengan negara lain, dan bahwa lagi-lagi mereka yang kelak akan menyumbang inovasi teknologi baru untuk Indonesia. Kadang saya sampaikan lewat cerita, video, atau film motivasi. Dan terbukti itu merangsang ungkapan cita-cita dari siswa sehingga mereka menjadi lebih bersemangat. 

Menyelenggarakan kelas khusus. Kelas ini dibuat berdasarkan grade rata-rata nilai UN, sehingga diperoleh siswa dengan 3 tipe: grade low, middle, and high. Jumlah siswa dalam kelas low disetting lebih sedikit sehingga pembelajaran lebih fokus. Karena ternyata mengajar kelas kecil ini lebih menguras energi dibandingkan kelas high meskipun dengan jumlah siswa yang banyak. Ini bukan untuk bertujuan untuk membuat siswa minder atau terdiskriminasi karena toh kelas ini hanya berlaku di jam tambahan, namun lebih untuk memudahkan guru memberikan treatmen mengingat daya serap mereka terhadap pelajaran jauh lebih lambat dibandingkan kelas high atau middle. Kelas high pun butuh pengayaan khusus sehingga kemampuan mereka dapat lebih terasah dan berkembang. Cara ini terbukti dapat mengangkat nilai kelas low sedikit demi sedikit. Bahkan jika ada siswa berkebutuhan khusus yang tidak bisa tertreatment di kelas khusus, akan ada guru yang ditugaskan secara khusus untuk mengajar lebih intens di rumah tentunya atas persetujuan orang tua siswa.

Melibatkan peran orang tua. Ini sangat penting. Di sekolah saya, orang tua aktif dilibatkan di komite sekolah dan kelas, termasuk dalam persiapan UN. Bahkan para orang tua ikut belajar bedah kisi UN agar bisa mengajari anak-anaknya di rumah. Guru tentu saja harus siap juga menjadi konsultan orang tua. Kami menekankan bahwa kesuksesan anak anak dalam UN bukan hanya tugas guru atau sekolah tapi juga orang tua, minimal orang tua memberikan dukungan moril kepada anak-anaknya. Bagaimana dengan orang tua yang cuek dengan anaknya karena sibuk bekerja? Kasus seperti ini pernah juga ada di sekolah saya. Maka guru terutama wali kelas berdialog khusus dengan orang tua. Lalu bagaimana jika siswa yang bermasalah baik dari sisi akademis maupun akhlak? Ini juga dikomunikasikan dengan dialog dengan orang tua. Bahkan tak sedikit yang harus dirujuk ke tumbuh kembang anak dan harus ditangani psikiater sebelum akhirnya ditreatment khusus oleh sekolah.

Berikan refreshing bagi siswa. Ini sangat penting agar siswa tidak bosan dengan rutinitas yang monoton. Ada beberapa hal yang dilakukan untuk menyiasati ini, yakni:
  1. suasana belajar atau tryout lebih santai, tak jarang tatkala berlatih soal-soal sambil mendengarkan musik yang slow. 
  2. mengadakan kegiatan outdoor, bisa berupa kunjungan edukatif, outbond, kemah, nonton film bareng di kelas (kebetulan semua kelas sudah ada fasilititas LCD), bahkan mengerjakan soal2 UN juga sambil outbond di kebun binatang juga pernah dilakukan. memang butuh biaya yang cukup banyak, namun bagi siswa yang tidak bersekolah di sekolah favorite-pun bisa melakukan kegiatan lain tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya. prinsipnya adalah yang penting siswa tidak jenuh dengan rutinitas di dalam kelas. 
  3. kelas selalu diacak setiap bulan sesuai dengan grade nilai UN sehingga suasananya tidak stagnan (saat ini di sekolah saya siswa UN sebanyak 4 kelas, 120 siswa). Ini juga menjadi ajang kompetisi bagi siswa karena sebagian besar pasti menginginkan berada di grade I. Dan tak jarang dari grade 4 perlahan-lahan bisa naik sampai grade 1, yang berarti nilainya semakin baik. 
lalu bagaimana dengan rutinitas guru? hm... bosan? jenuh? capek? saya katakan kadang-kadang iya, karena sayapun manusia biasa yang pastinya ada saat tertentu berada dalam titik-titik rawan itu. Apa yang saya lakukan? biasanya saya akan refreshing dengan nonton film (karena saya hobi nonton), berburu novel alias baca novel atau membaca sesuatu yang ringan di luar pelajaran. Atau refresh saya yang lain adalah beralih rutinitas memfokuskan sejenak dengan pekerjaan yang lain, bermain dengan keponakan-keponakan saya yang lucu, dan bertemu dengan orang-orang yang dapat memberikan saya energi baru. Dan aktivitas rutin pekanan yang membuat saya bisa selalu belajar untuk meluruskan niat saya. Satu yang jauh lebih penting, maknawiyah saya harus senantiasa dijaga sehingga kerja fisik jasad bisa terimbangi. Karena tubuh kita butuh makan dan minum yang sehat dan bergizi. Dan bagi seorang muslim makananan dan minuman itu tidak hanya sekedar yang berbentuk fisik namun juga yang berbentuk ruh, yang hanya dapat kita rasakan tatkala kita dekat dengan Sang Maha Pemilik kita. 

Saya selalu senang melihat antusiasme anak-anak dalam belajar, meski terkadang ada yang masih rame dan sibuk dengan dunianya sendiri (bersabar dengan yang seperti ini ^^). Saya senang jika sudah dipeluk dan dicium anak-anak putri tanda sayang sama gurunya (hehe....) meski terkadang risih juga. Dan kayaknya saya akan selalu ingat tatkala saling meledek (kadang reflek sifat kekanak-kanakan saya muncul ;D tapi justeru itu yang membuat dekat dengan siswa, meski ada juga yang bilang saya galak hehe...), berebut kamar mandi saat wudhu, ngerampok jajanan siswa hehe...., menyita mainan siswa. Dan saya selalu terharu dengan do'a mereka untuk saya terutama yang satu ini : "Ustadzah, aku tadi sudah berdo'a loh buat ustadzah agar bisa diterima beasiswa ke Korea." Selalu itu yang diucapkan seorang siswa setiap selesai sholat dzuhur berjama'ah. Karena saya memang yang paling getol ngomporin siswa agar sekolah setinggi-tingginya bahkan sampai ke luar negeri. Alhamdulillah banyak yang mendo'akan. Semoga Allah mengabulkan dan juga memudahkan UN kalian April nanti ^__^. Amin....

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

 
Support : facebook | twitter | a-DHA White Series
Copyright © 2013. Moving Forward - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger