Perasaan sedih dan kecewa adalah lumrah terjadi pada setiap manusia. Yang membedakan adalah kadar, penyebab, dan penyikapannya. Seorang muslim tentu harus memahami bahwa “orang yang beruntung adalah orang yang lebih baik dari hari kemarin” dalam semua keadaanya. Setiap kejadian yang menimpa manusia pastilah ada hikmah di baliknya. Maka berbaik sangkalah bahwa Allah sedang menguji kadar keimanan untuk menaikkan derajat kita. Ada banyak hal yang tidak pernah kita minta tapi Allah selalu menyediakannya untuk kita seperti kemudahan kita menghirup oksigen, hangatnya mentari, penglihatan, berfungsinya syaraf, otak, dan masih banyak lagi. Tak cukup waktu satu hari untuk saya menuliskan semua nikmat Allah yang telah diberikan untuk kita, khususnya untuk saya. Jika demikian kondisinya, maka bersiaplah bahwa Allah akan mengabulkan do'a-do'a yang kita panjatkan. Perkara kapan do'a itu akan dikabulkan, Allah tahu waktu terbaik untuk kita. Maka bersabarlah.
Ada sebuah kisah yang cukup menarik, dalam bukunya Salim A Fillah "Dalam Dekapan Ukhuwah." Dikisahkan bahwa ada seorang pemuda yang mengeluh kepada temannya. Dia mengeluhkan tentang letak keadilan Allah. Dia telah lama meminta dan memohon satu hal saja kepada Allah, diiringi dengan keta'atan dan menjauhi larangan-Nya. Menegakkan yang wajib dan menyempurnakan dengan yang sunnah, bersedekah, bersujud kala orang lain terlelap, bersujud dikala Dhuha, membaca kalam-Nya (tilawah), dan menyempurnakannya dengan mengikuti jejak Rasul untuk berdakwah di jalan-Nya. Namun hingga kini Allah belum mengabulkan permintaannya yang satu itu. Dia cemburu karena orang lain yang dia nilai ibadahnya berantakan, ibadah wajibnya tidak utuh bahkan sunnahnya tidak dikerjakan, akhlaknya kacau, otaknya kotor, bicaranya tidak terkendali. Namun begitu ia menginginkan sesuatu, hari berikutnya dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Allah memberikan semua yang orang itu inginkan. Pemuda ini cemburu. Dimana keadilan Allah.
Lalu temannya mencoba memberikan nasehat dengan perumpamaan yang sangat sederhana. Kira-kira beginilah dialog yang terjadi:
Sang teman : "pernahkan engkau didatangi pengamen?"
Pemuda : "ya, pernah. mengapa engkau bertanya begitu?"
Sang teman : "bayangkan jika pengamennya adalah seorang yang berpenampilan seram, bertato, bertindik, dan wajahnya garang mengerikan. Nyanyiannya lebih mirip teriakan yang memekakan telinga, suaranya kacau balau, sengau, parau, sumbang, pokoknya jelek deh. Lagunya sama sekali tidak dapat dinikmati. Apa yang kamu lakukan?"
Pemuda : "tentu saja akan kuberi uang segera agar dia segera berhenti bernyanyi dan cepat pergi."
Sang teman : "lalu bagaimana kalau pengamen itu bersuara merdu mirip Ebiet G. Ade, sopan, penampilannya rapi, indah dipandang mata, wangi. Apa yang kau lakukan?"
Pemuda : "akan aku dengarkan dia dan kunikmati lagunya hingga akhir. Lalu aku akan meminta dia menyanyikan lagu yang lain. Tambah lagi. Dan lagi."
Lalu teman tersebut menjelaskan bahwa bisa saja Allah juga berlaku begitu pada kita, para hamba-Nya. Jika ada manusia yang fasik, keji, munkar, banyak dosa, dan dibenci-Nya berdo'a memohon pada-Nya. Mungkin Allah akan firmankan kepada para malaikat untuk cepat memberikan apa yang dia minta karena Allah telah muak mendengar ocehannya, benci menyimak suaranya, dan risih dengan permintaannya. Tapi, jika yang menengadahkan tangan adalah hamba yang dicintai-Nya, giat beribadah, rajin sedekah, yang menyempurkan yang wajib dan menegakkan yang sunnah, mungkin Allah akan berfirman kepada para malaikatnya "Tunngu! Tunda dulu apa yang menjadi hajatnya. Sungguh aku bahagia bila dia meminta. Dan biarlah hamba-Ku ini terus meminta, terus berdo'a, dan terus menghiba. Aku menyukai do'a-do'anya. AKu menyukai kata-kata dan isak tangisnya. Aku menyukai khusyu dan tunduknya. Aku menyukai puja dan puji yang dilantunkannya. AKu tidak ingin dia menjauh dariku setelah mendapat apa yang dia minta. Aku mencintai-Nya."
Sahabatku, sepanjang kehidupan yang kita lalui, akan banyak kita temui dahsyatnya berbaik sangka kepada apapun dan siapapun, terutama kepada Allah. Dalam kesedihan dan kekecewaan kita hanya bisa mengira-ngira, menduga-duga. Kita berprasangka, bisa baik, bisa juga buruk. Bisa optimis, bisa pesimis. Itu semua pilihan kita. Tetapi sebagai seorang muslim, tentu kita harus memilih untuk berbaik sangka. Kepada siapapun, apapun, terutama kepada Allah.
Satu hal yang juga tidak boleh kita lupakan, muhasabah diri. Allah belum memberikan apa yang kita minta, bisa jadi karena kesombongan kita. Sombong dan bangga karena telah menjadi ahli ibadah, sombong dan bangga karena rajin mengerjakan yang sunnah dan bersedekah. Menganggap rendah dan hina orang lain, meremehkan. Jangan sampai kita tertipu oleh iblis dengan tertipu oleh kebaikan kita sendiri. Sehingga kesombongan kita menghapus kebaikan-kebaikan kita. Naudzubillahimindzalik. Semoga Allah melindungi kita dari sifat yang hina ini. Mungkin orang yang kita rendahkan, yang kita anggap hina dan buruk, justeru memiliki kedudukan yang lebih tinggi di sisi Allah karena dia merahasiakan amal shalihnya. Sekali lagi kita harus memilih untuk berbaik sangka kepada siapapun, apapun, terutama kepada Allah.
Wallahu'alam bishawab.
0 komentar:
Post a Comment