Home » , , » Beasiswa dari Bunga Bank, Halal atau Haram?

Beasiswa dari Bunga Bank, Halal atau Haram?


Tulisan ini adalah jawaban atas kegalauan saya setelah mengetahui bahwa salah satu sumber beasiswa program Magister yang saya terima berasal dari bunga bank. Setelah diskusi dengan beberapa orang ternyata di Indonesia beasiswa yang sumbernya dari bunga bank memang cukup banyak. Sesaat saya galau, apakah saya lepaskan saja beasiswa tersebut ataukah tetap saya terima? Saat itu saya masih ragu dengan status kehalalannya. Saya khawatir jika hukum beasiswanya haram maka tidak membawa keberkahan untuk saya. Untuk mencari jawaban tersebut, sayapun bertanya kepada beberapa orang ustadz yang saya pandang mereka adalah orang yang kompeten dalam masalah fiqih halam haram. Selain itu saya juga membaca beberapa buku fatwa halal haram khususnya yang memuat kasus pengunaan bunga bank.
Kesimpulan dari hasil diskusi dan beberapa buku reference yang saya baca adalah bahwa semua ulama sepakat bahwa bunga bank adalah haram. Dan ditegaskan oleh Yusuf Qordhowi bahwa status haram ini dikenakan kepada si penabung karena bunga bank termasuk riba. Misalnya saya menabung di bank konvensional A dan mendapatkan bunga X% setiap bulan. Maka haram hukumnya bagi saya untuk memakai bunga bank tersebut untuk kepentingan pribadi ataupun keluarga saya. Namun dalam penggunaan bunga bank untuk kegiatan sosial ada perbedaan pendapat diantara para ulama.
Pertama, ada ulama yang melarang penggunaan bunga bank untuk apapun karena hukumnya HARAM. Ulama yang wara’ (sangat berhati-hati) berpendapat bahwa bunga bank itu tidak boleh diambil meskipun untuk disedekahkan ataupun digunakan untuk kegiatan sosial. Si penabung harus tetap membiarkannya atau membuangnya ke laut saja (uangnya dimakan ikan tar ikannya jadi haram dimakan gak ya hehe...). Dengan alasan bahwa seseorang tidak boleh bersedekah dengan sesuatu yang jelek (haram). Berkenaan dengan membiarkan saja, hal tersebut ditentang oleh Yusuf Qordhowi karena jika membiarkan bunga bank menjadi milik bank hal tersebut akan dimanfaatkan oleh bank dan memperkuat posisi bank dalam bermuamalat secara riba. Begitupun dengan membuangnya ke laut,  bertentangan dengan kaidah syar’iyah yang melarang menyia-nyiakan harta dan tidak memanfaatkannya. Berkenaan dengan penggunaannya untuk beasiswapun ulama yang wara’ mengharamkannya.
Kedua, ada sebagian ulama yang menyarankan untuk meninggalkan bunga bank sebagai bentuk kehati-hatian karena hukumnya makruh. Hal ini didasarkan pada satu hadits Rasulullah saw agar kita menjauhi hal-hal yang sifatnya syubhat (ragu-ragu) atas hukum halal haramnya.
Ketiga, sebagian ulama memperbolehkan (mubah) bahwa boleh menyedekahkan bunga bank untuk kepentingan sosial. Yusuf Qordhowi adalah termasuk salah satu ulama yang memperbolehkan. Kategori kepentingan sosial inipun terbagi lagi pendapatnya. Pertama, hanya boleh digunakan untuk kepentingan sosial yang sifatnya pembangunan fisik saja bukan konsumtif. Pendapat kedua, memperbolehkan disedekahkan untuk keduanya, baik pembangunan fisik maupun konsumtif selama itu dipandang bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin. Pendapat kedua ini menunjukkan bahwa hukum haram bunga bank hanya dikenakan kepada si penabung (pemilik bunga bank) sedangkan bagi si penerima bunga bank tidak dikenai hukum tersebut.
Adapun dasar hukum dari para ulama yang memperbolehkan penggunaan bunga bank adalah hadits-hadits dimana Rasulullah saw menerima pemberian dari orang-orang non muslim di masa tersebut. Padahal non muslim itu tidak pernah memperdulilan halal haramnya harta dan pendapatan hasil penjualan barang haram. Maka apa yang dimiliki oleh mereka bisa jadi juga bercampur antara yang halal dan yang haram. Namun Rasulullah saw tetap menerima hadiah-hadiah mereka bahkan sebagian dimanfaatkan langsung oleh Rasulullah saw. Beberapa contoh diantaranya, Rasulullah saw pernah menerima hadiah dari Kisra, Kaisar dan juga para raja (HR. Ahmad dari Ali ra), Abu Sufyan bin Harb pernah menghadiahkan kepada Rasulullah saw lauk pauk dan Rasulullah saw menerima pemberian tersebut. Penguasa Iskandariah juga pernah menghadiahkan sesuatu kepada Rasulullah saw dan beliaupun menerimanya (diriwayatkan oleh Imam Syafi’i), dan Rasulullah saw juga pernah menerima hadiah sebuah gelas dari kaca dari seorang penguasa Mesir dan beliaupun meminum menggunakan gelas tersebut (Ibu Abbas ra).
Berkaitan dengan pendapat ketiga ini, saya mencoba melihat dari kacamata yang lebih spesifik dengan kebutuhan di Indonesia. Jika saja pemerintah kita memiliki simpanan bunga bank yang cukup besar, apakah harus seluruhnya untuk pembangunan fisik (jalan, gedung, dll) yang belum tentu itu juga maslahat untuk umat. Disisi lain, angka kemiskinan di Indonesia cukup tinggi, menurut data BPS tahun 2010 penduduk miskin di Indonesia mencapai 13.33%. Dari angka tersebut 64.23%-nya berada di pedesaan. Maka jika CSR bank melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat di pedesaan, masyarakat desa juga terkena imbas haram-nya? Kasihan sekali dong kalau begitu orang-orang desa dan MUI juga ikut berdosa karena membiarkan saja hal itu terjadi. Padahal dana CSR bank itu kan 100% berasal dari bunga-nya.
Kualitas SDM di Indonesia juga masih cukup rendah, terbukti pembangunan Indonesia sampai saat ini masih stagnan. Akar permasalahan kemiskinan di Indonesia memang kompleks karena angka korupsi tinggi, kualitas SDM relatif rendah, mental masyarakat buruk, dan ditambah pemerintah yang lebih sibuk dengan urusan politik dibandingkan dengan urusan rakyat. Maka sudah sepantasnya jika Indonesia meningkatkan kualitas SDM yang berorientasi pada kepentingan umat. Maka penggunaan bunga bank untuk pemberdayaan masyarakat ataupun beasiswa saya pikir dapat lebih diprioritaskan daripada sekedar pembangunan fisik. Mengenai hukum beasiswa ini saya sepakat dengan pendapat para ulama ketiga, artinya bagi penerima beasiswa tidak dikenai hukum haram. Jika bunga bank itu milik negara, maka yang dikenai hukum haram adalah negara. Bagi negara haram hukumnya menggunakan bunga bank tersebut untuk mempertebak kantong-kantong para pejabat pemerintahan karena uang tersebut milik kemaslahatan umat.

Wallahu’alam bishawab.

16 komentar:

  1. Ada dua point yang ingin saya sampaikan:
    Pertama, ada beberapa point yg hilang dari fatwa yg Anda jelaskan di atas yg seharusnya dijelaskan secara lebih spesifik. Misalnya, bunga bank boleh untuk pembangunan fisik. Pembangunan fisik diperbolehkan tidak hanya sekedar pembangunan fisik secara umum. Tapi yang diperbolehkan dgn bungan bank adalah pembangunan fisik yang martabatnya rendah, misalnya pembangunan jalan, wc umum, jembatan. Pembangunan fisik untuk membangun mushola, tempat pendidikan Islam, atau semacamnya tidak diperbolehkan dengan dana dari bunga bank.

    Kedua, secara tidak Anda sadari, Anda telah membuat fatwa yang sebenarnya Anda tidak punya kompentensi untuk melakukannya. Dari mana Anda melakukan justifikasi bahwa saat ini "boleh" dan dalam kategori "darurat" sehingga bunga halal utk beasiswa. Parameter kemiskinan yg Anda kemukakan itu semua sebagai dasar justifikasi bolehnya menggunakan bungan bank adalah parameter kemiskinan buatan manusia, bukan berasal dari hadit atau Al Quran. Dengan kata lain, pendapat yg Anda kemukakan di atas berdasarkan data-data ilmu umum yang tidak didukung pendapat ilmu agama (syar'i). Dari sini juga tampak sepertinya Anda berupaya mencari fatwa yang paling menguntungkan Anda, yang paling sesuai dengan keinginan Anda, padahal kebenaran itu belum tentu manis :) Mohon maaf jika kurang berkenan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih atas koreksinya.
      Saya jawab point kedua dulu, dalam poin ini saya tidak hendak membuat fatwa baru karena saya tidak memiliki kemampuan atas itu. Ini murni pendapat saya pribadi. Pembaca boleh mengkritisi sesuai keyakinan masing-masing. Setiap orang saya yakin punya landasan yang kuat ketika membuat sebuah keputusan. Pendapat ini juga saya sampaikan berdasarkan fakta bahwa menurut tim direksi, sumber beasiswa ini "campuran" antara investasi bank konvensional dengan bank syariah. Seorang ustadz yang saya mintai pendapat tentang hukum bunga seperti itu memberikan pendapat bahwa hukum beasiswanya mubah (boleh). Penjelasannya seperti saya tuliskan di atas.

      Point pertama, rujukan atas fatwa tersebut saya ambil dari buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid I Karangan DR. Yusuf Qordhowi. Di dalam buku tersebut tidak dijelaskan secara spesifik bentuk bangunan fisik seperti apa yang sebaiknya dibangun, hanya disebutkan "harta itu (bunga bank) boleh diambil dan disedekahkan kepada fakir miskin atau disalurkan pada proyek-proyek kebaikan atau lainnya yang oleh si penabung dipandang bermanfaat bagi kepentingan Islam dan kaum muslimin." Saya kira ini maknanya luas dan bisa jadi ulama juga akan berbeda pendapat tentang hal ini. Saya tidak ingin berdebat tentang perbedaan tersebut, namun saya ingin menggaris bawahi bahwa point penting dari penjelasan beliau adalah bahwa bunga bank haram hukumnya bagi konsumsi pribadi si penabung, namun menjadi mubah hukumnya untuk kegiatan sosial. Silahkan bapak/ibu dapat membaca penjelasan lengkapnya di buku tersebut hal. 763-766 :).

      Delete
    2. Respon saya untuk jawaban poin pertama. Tentu saja Quraish Shihab tidak dijelaskan secara spesifik karena dalam menulis buku tidak mungkin untuk menjelaskan semua permasalahan yang dihadapi umat secara detail satu persatu. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa Anda bisa melakukan kesimpulan bahwa bunga bank dapat digunakan untuk apapun "asalkan bertujuan baik". Seandainya sajamisalnya apabila Quraish Shihab ditanya, "Apakah boleh menggunakan uang dari bunga untuk membangun masjid?". Ingat lho, tujuan membangun masjid adalah baik, akan tetapi apakah boleh menggunakan uang riba? Saya yakin Quraish Shihab akan memberikan jawaban: tidak boleh.

      Lantas di beberapa kalimat terakhir, Anda melakukan penafsiran tanpa dasar ilmu tafsir. Anda menafsirkan segala sesuatu tanpa menggunakan ilmu, terutama pada bagian ini, "Saya kira ini maknanya luas dan bisa jadi ulama juga akan berbeda pendapat tentang hal ini". Anda telah "generalisasi" bahwa apapun yang sekiranya baik, maka itu diperbolehkan tanpa menghiraukan akidah-akidah.

      Lebih lanjut, Anda mengatakan, "saya ingin menggaris bawahi bahwa point penting dari penjelasan beliau adalah bahwa bunga bank haram hukumnya bagi konsumsi pribadi si penabung, namun menjadi mubah hukumnya untuk kegiatan sosial". Dari pernyataan ini, berarti kalau uang dari bunga bank dan dibagi-bagi untuk orang banyak untuk tujuan sosial, maka menjadi boleh? Benar-benar pernyataan yang dangkal!!! benar-benar dangkal!!!

      Inti dari argumen saya (seperti di komentar sebelumnya), uang riba tidak boleh digunakan untuk semua kegiatan "asalkan yang bertujuan baik". akan tetapi hanya boleh digunakan untuk kegiatan-kegiatan umum yang bermartabat/berderajat rendah secara syar'i.

      Poin kedua, metode pemahaman fiqh Anda keliru mengenai pencampuran antara hasil investasi di bank syariah dan non-syariah. Anda berpendapat karena ada unsur bank syariah, dana LPDP yang berasal dari campuran hasil investasi syariah dan non-syariah boleh diambil. Kaidah dalam fiqh tidak seperti itu. Kaidah yang benar: apabila sesuatu yang halal akan tetapi kemudian tercampur yang haram, maka seluruhnya harus dihindari. Kecuali kalau dana yang haram tersebut dapat dipisahkan secara jelas maka dana yang halal dapat digunakan. Bukannya dibalik; agar yang haram menjadi halal, maka campurlah yang haram tersebut dengan yang halal agar menjadi halal seluruhnya. Kaidah ini benar-benar keliru. Untuk mendukung pendapat Anda, Anda menyebutkan pendapat itu berasal dari ustads. Perlu diingat, ustads juga manusia yang bisa keliru. Bahkan ulama ahli hadits pun juga bisa keliru dalam memberi fatwa dan dengan kerendahan hatinya bersedia merevisi fatwanya. Hendaknya, ustads Anda tersebut juga berperilaku demikian.

      Delete
  2. Respon saya untuk jawaban poin pertama. Tentu saja Quraish Shihab tidak dijelaskan secara spesifik karena dalam menulis buku tidak mungkin untuk menjelaskan semua permasalahan yang dihadapi umat secara detail satu persatu. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa Anda bisa melakukan kesimpulan bahwa bunga bank dapat digunakan untuk apapun "asalkan bertujuan baik". Seandainya sajamisalnya apabila Quraish Shihab ditanya, "Apakah boleh menggunakan uang dari bunga untuk membangun masjid?". Ingat lho, tujuan membangun masjid adalah baik, akan tetapi apakah boleh menggunakan uang riba? Saya yakin Quraish Shihab akan memberikan jawaban: tidak boleh.

    Lantas di beberapa kalimat terakhir, Anda melakukan penafsiran tanpa dasar ilmu tafsir. Anda menafsirkan segala sesuatu tanpa menggunakan ilmu, terutama pada bagian ini, "Saya kira ini maknanya luas dan bisa jadi ulama juga akan berbeda pendapat tentang hal ini". Anda telah "generalisasi" bahwa apapun yang sekiranya baik, maka itu diperbolehkan tanpa menghiraukan akidah-akidah.

    Lebih lanjut, Anda mengatakan, "saya ingin menggaris bawahi bahwa point penting dari penjelasan beliau adalah bahwa bunga bank haram hukumnya bagi konsumsi pribadi si penabung, namun menjadi mubah hukumnya untuk kegiatan sosial". Dari pernyataan ini, berarti kalau uang dari bunga bank dan dibagi-bagi untuk orang banyak untuk tujuan sosial, maka menjadi boleh? Benar-benar pernyataan yang dangkal!!! benar-benar dangkal!!!

    Inti dari argumen saya (seperti di komentar sebelumnya), uang riba tidak boleh digunakan untuk semua kegiatan "asalkan yang bertujuan baik". akan tetapi hanya boleh digunakan untuk kegiatan-kegiatan umum yang bermartabat/berderajat rendah secara syar'i.

    Poin kedua, metode pemahaman fiqh Anda keliru mengenai pencampuran antara hasil investasi di bank syariah dan non-syariah. Anda berpendapat karena ada unsur bank syariah, dana LPDP yang berasal dari campuran hasil investasi syariah dan non-syariah boleh diambil. Kaidah dalam fiqh tidak seperti itu. Kaidah yang benar: apabila sesuatu yang halal akan tetapi kemudian tercampur yang haram, maka seluruhnya harus dihindari. Kecuali kalau dana yang haram tersebut dapat dipisahkan secara jelas maka dana yang halal dapat digunakan. Bukannya dibalik; agar yang haram menjadi halal, maka campurlah yang haram tersebut dengan yang halal agar menjadi halal seluruhnya. Kaidah ini benar-benar keliru. Untuk mendukung pendapat Anda, Anda menyebutkan pendapat itu berasal dari ustads. Perlu diingat, ustads juga manusia yang bisa keliru. Bahkan ulama ahli hadits pun juga bisa keliru dalam memberi fatwa dan dengan kerendahan hatinya bersedia merevisi fatwanya. Hendaknya, ustads Anda tersebut juga berperilaku demikian.

    ReplyDelete
  3. Saya tidak tahu benar dan mendalam tentang persoalan ini, hanya ada beberapa kilasan pikiran saya:

    Jika beasiswa LPDP haram, apa haram juga beasiswa dari luar negeri Fulbright Amerika atau Australia Leadership Award atau dari Uni Eropa?; apa haram juga bagi orang Aceh menerima sumbangan dari luar negeri ketika Tsunami menerjang?; apa haram juga mendapatkan hadiah dari non muslim sebagaimana Rasululah SAW juga menerima hadiah dari para raja non muslim ketika itu?

    Jika memang itu semua haram, terasa sedemikian sulitnya kita menjalani hidup; harus meneliti satu per satu apa, dari mana, dan bagaimana harta orang lain diperoleh. Dan jika halal, mungkin kita bisa jadi digolongkan kepada muslim yang tidak wara'.

    pendapat sementara saya, agak cenderung ke pembolehannya (meski saya belum daftar LPDP. Mungkin iya, mungkin juga tidak). Argumen saya adalah kita harus jeli dalam mendefiniskan riba itu sendiri. Riba yang haram, sejauh pemahaman saya, diperuntukkan bagi mereka yang punya uang lalu sengaja diinvestasikan agar bertambah dengan cara yang tidak syar'i. Namun mendapatkan uang dari bunga Bank, entah syar'i atau non syari'i itu beda lagi. Jadi saya pikir ada 2 jalur; investor dan resipien.

    Tapi entahlah. Kalau memang ada uang pribadi, sebaiknya kita jauhi hal-hal yang, sekurang-kurangnya, masih berada di wilayah abu-abu bagi kita. Namun kalau memang mendesak, mungkin juga boleh (Naaah, ukuran mendesak ini yang berbeda antar kita). Benar tadi, kalau pun haram, mestinya MUI itu sudah berfatwa (Membiarkan atau memang tidak tahu yah?? hehehe).

    Meski berbeda, kita tetap satu saudara Bro. Hindari penggunaan kalimat mutlak-mutlakan yang menghukumi sesama. Harus didasari kasih sayang. Amin. Selamat untuk Indonesia.

    Aziz Ahmad (fb)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg haram2 mau sekolah dimana? Di negara wahabi saja biar jiwa tenang dg menjadi TKI illegal dan semoga nggak disetrika badannya oleh penunggang onta. Bikinlah program tandingan LPDP yg halal, toh dg iman bulan pun dapat dibelah.

      Jangan kesannya jadi pengikut ISIS memperbodohkan anak2 Indonesia agar mau bunuh diri konyol dan anti pendidikan modern.

      Kutipan ayatnya jangan lupa berikut bahasa Arab dan kaidahnya.

      Delete
  4. saya sependapat dengan Bapak/Mas Aziz Ahmad, kiranya kita harus selalu berada ditengah-tengah ketika ada khilaf diantara para ulama. Namun, sy sependapat juga apabila itu hanya pendapat pribadi, dan bukan merupakan pendapat Ulama yang benar2 ter tulis dalam kitab-nya, sebaiknya tidak usah dituliskan kedalam penjelasan yang dapat diakses oleh banyak orang awam lainny, sehingga bisa jadi tulisan kita akan dijadikan keyakinan juga, sedangkan kita juga tdk mengetahui apakah pendapat kita benar atau salah. hehehe... jadi, kita harus saling mengingatkan tanpa harus memaksakan. pendapat orang harus kita hormati.

    -Ima-Jakarta-27

    ReplyDelete
  5. Definisi Riba itu bagaimana sebenarnya.... itu dulu yang perlu tuan tuan perjelas di sini. Saya ingin tau.. kalau bisa dengan dalil-dalil yang kuat lagi tepat. Soalnya seminggu lagi saya akan ikut tes wawancara LPDP. Saya baru tau perkara bunga bank yang dipakai LPDP ini 2 hari belakangan....

    Jazakumullah,,,

    ReplyDelete
  6. Assalamu'alaikum.wr.wb
    Nama saya Dedy F. Saya adalah salah satu peserta yang lolos wawancara dan insyaAllah menjadi salah satu penerima beasiswa LPDP tahap 1 -2015. Menarik sekali membaca diskusi antara anonymous dan mbak trihahifa. Hanya saja, sayang sekali kita tidak mengetahui siapa sebenarnya anonymous. Akan lebih baik jika memakai nama sebenarnya dalam diskusi seperti ini. Secara prinsip, saya setuju dengan Anonymous. Sikap kehati hatian sangat perlu, terutama ketika berhadapan dengan halal dan haram. Disisi lain, saya juga mengapresiasi yang dilakukan Mbak Trihanifa, yaitu dengan berbagi cerita dan motivasi, sehingga akan lebih banyak masyarakat yang mengakses beasiswa LPDP, yang pada akhirnya akan meningkatkan taraf kemajuan bangsa dengan semakin banyaknya orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi. Namun, saya tidak akan memperkeruh diskusi . Saya hanya ingin berbagi cara yang telah saya tempuh dalam menyiasati soal haram dan halal ini. Saya sendiri juga mengalami kegamanangan dalam hal halal haram beasiswa LPDP ketika nama saya tercantum sebagai salah satu penerima beasiswa. Nah cara yang saya lakukan adalah menghubungi salah satu pegawai LPDP dan mendiskusikan masalah ini. Ternyata, sebenarnya, LPDP memberi ruang bagi penerima beasiswa yang tidak mau dibiayai dana dari bunga bank konvensioanal yang riba. Caranya, saya dipersilahkan untuk membuat surat permohonan, yang inti isinya menginginkan agar dana beasiswa yang saya terima hanya berasal dari investasi di bank syariah saja. Surat tersebut diserahkan ketika PK dan akan diteruskan kepada Kabid investasi. Alhamdulillah..
    Nah, teman teman mungkin bisa mengikuti cara saya. Dengan semakin banyaknya penerima beasiswa yang meminta dibiayai dari dana yang diinvestasikan di bank syariah, kita berharap bahwa lpdp mau memindahkan seluruh dananya ke bank syariah, sehingga teman2 yang lulus diperiode berikutnya tidak ragu ragu lagi. semoga apa yang saya share berguna
    Wassalam

    Dedy F

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas penjelasan tambahannya mas.
      Perkenalkan, saya Nuha yang memiliki rencana untuk mengikuti seleksi beasiswa LPDP ini dan memiliki keraguan yang sangat besar karena fakta yang terjadi dalam hal pendanaan awardee LPDP.
      Ada poin penting yang ingin saya tanyakan, bagaimana mas tahu dan yakin bahwa dana yang mas terima merupakan hasil investasi di bank syari'ah (dana bagi hasil bank) saja?
      Apakah terdapat perbedaan proses penyaluran dana antara awardee LPDP yang menerima dana dari bank syari'ah saja dengan awardee LPDP yang menerima dana dari bank syari'ah maupun konvensional?

      Mohon penjelasannya.

      Delete
  7. assalamualaikum.. salam kenal mba tri
    sangat menarik pembahasan tentang status dana beasiswa lpdp ini.
    terimakasih infonya juga kepada mas Dedy F.
    mungkin sebaiknya bisa jadi saran dan pertimbangan bagi pengelolaan investasi lpdp agar dana untuk beasiswa memang murni investasi bukan bunga bank hasil investasi (riba), dan alokasi riba mungkin bisa dialihkan untuk pendanaan lain.

    saran dan cara dari mas dedy mungkin jadi salah satu alternatif untuk saat ini.

    thanks

    ReplyDelete
  8. Beasiswa itu lebih banyak untuk kepentingan pribadi . Itu fakta yang sangat jelas. Mohon fakta itu tidak disamarkan. Makasih

    ReplyDelete
  9. bunga bank = riba
    Allah sudah mengharamkan riba, sama seperti haramnya Babi.
    Bagaimana bisa manusia mengharamkan babi tapi menghalalkan riba?

    ReplyDelete
  10. Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu ditanya tentang seseorang yang memiliki tetangga yang memakan riba secara terang-terangan, tetapi tidak merasa bersalah dengan harta yang buruk, lalu si tetangga itu mengajaknya dalam undangan makan. Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu pun menjawab, “Penuhilah undangannya. Kenikmatan (makanan) adalah untuk kalian, tetapi dosanya adalah terhadap dia.” Dalam sebuah riwayat, si penanya berkata, “Saya tidak mengetahui sesuatu apapun yang menjadi miliknya, kecuali hal yang buruk atau hal yang haram,” tetapi Ibnu Mas’ûd tetap menjawab, “Penuhilah undangannya.”[3]

    Imam Az-Zuhry dan Imam Makhûl berkata, “Tidaklah mengapa makan berupa (harta haram) selama tidak diketahui keharaman pada dzatnya.” Yang semisal dengan itu diriwayatkan pula dari Al-Fudhail bin ‘Iyâdh.[4]

    Dalam hadits Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, terdapat beberapa hadits yang menjelaskan bahwa beliau memakan berupa makanan orang-orang Yahudi dan bertansaksi dengan mereka, padahal orang-orang Yahudi telah diketahui, dalam uraian Al-Qur`an, bahwa mereka memakan riba dan harta haram. Di antara hadits-hadits tersebut adalah,

    1. Hadits Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. Beliau bertutur,

    أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ، فَأَكَلَ مِنْهَا…

    “Sesungguhnya seorang perempuan Yahudi mendatangkan (daging) kambing, yang telah diracuni, kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau memakan (daging) itu ….” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim]

    Namun beliau tidak meninggal karena daging itu

    ReplyDelete
  11. Assalamu alaikum.
    Mau tnya kak, referensi utk pmbhasan in dri dpatx dri bku mna saja ya ? Krn kbtulan pmbhasan di ats brhbungan dgn skripsi yg sdang kami krjakan. Mhon bntuannya :)

    ReplyDelete
  12. Assalamu'alaikum
    Mohon izin bertanya sebelum nya, saya lagi membutuhkan referensi dan ulama yg berpendapat menganai hukum menerima beasiswa dari bank konvensional.
    Mohon berbagi informasi nya, karna ananda sangat membutuhkan data utk keperluan proposal.

    ReplyDelete

Popular Posts

 
Support : facebook | twitter | a-DHA White Series
Copyright © 2013. Moving Forward - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger